Di era kekinian, layanan streaming berbayar menjadi satu alternatif hiburan populer. Ditengah makin jenuh dan menurutnya level kualitas sajian tayangan televisi terestrial, platform streaming hadir menjadi satu jawaban ideal.
Satu kelebihan yang membuat platform streaming layak dipilih adalah keleluasaan dalam memilih platform sesuai selera. Bagi yang suka streaming olahraga, bisa memilih paket dari platform dengan spesialisasi ini, begitu juga dengan pecinta Drakor atau tayangan dokumenter.
Saya sendiri memilih untuk membeli paket tayangan streaming Vidio "all screen" selama setahun, dengan pertimbangan harga yang cukup masuk akal, lebih murah dari total harga paket bulanan, dan paket tayangan cukup lengkap. Dari kompetisi liga Indonesia, Liga Inggris sampai Piala Dunia 2022, semua ada.
Sepintas, ini terlihat ugal-ugalan, tapi ternyata cukup bermanfaat, karena bisa jadi solusi sementara di rumah, yang meski sudah beralih ke televisi digital, antenanya masih menggunakan jenis antena tv analog. Jadi, keluarga di rumah bisa ikut menikmati.
Berhubung situasinya belum berubah, saya berencana membeli paket tahunan lagi dalam waktu dekat. Harapannya, ini bisa membantu setidaknya sampai antena tv digital sudah terpasang.
Tapi, dibalik manfaat yang dihadirkan, ada sedikit catatan yang cukup jadi perhatian saya, yakni soal harga paket dan kualitas layanan.Â
Pada tahun lalu, harga "early bird" paket "all screen" streaming tahunan Vidio berada di kisaran 475 ribu rupiah, sementara tahun ini sudah menembus angka 720 ribu rupiah (sudah termasuk pajak), atau naik sekitar 50 persen.
Tentu saja, angka ini bukan hasil sulap. Ada berbagai pertimbangan yang menyertai, terutama jika melihat situasi selama setahun terakhir.
Ditambah lagi, dalam posisinya sebagai satu produk kebutuhan tersier, dan positoning Vidio di level harga setara dengan Netflix dan Mola, kenaikan harga ini mungkin terlihat masuk akal. Salah satu  nilai plusnya datang dari tayangan Liga Inggris dan Liga Champions yang hak siarnya (di Indonesia) masih dipegang Vidio.
Tapi, berangkat dari pengalaman tahun lalu, kenaikan harga cukup besar ini bisa jadi satu catatan, karena pada event tertentu (seperti Piala Dunia 2022) konsumen masih harus membayar lagi untuk membeli satu paket khusus.
Langkah ini bisa dimengerti dari segi bisnis, tapi justru jadi bumerang ketika kapasitas yang ada ternyata kurang mampu menampung antusiasme penonton. Seperti gangguan yang kerap terjadi pada saat siaran langsung final Piala Dunia 2022 lalu.
Momen ini menuai kejengkelan penonton, tapi direspon dengan kurang pas oleh pihak Vidio, karena tidak memberikan kompensasi selayaknya. Pendekatan bisnis serupa juga hampir saja terulang, andai Piala Dunia U-20 tak batal digelar di Indonesia.
Untuk tahun 2023-2024, kenaikan harga cukup besar ini jadi "lampu kuning" buat saya (dan mungkin sebagian konsumen lain) karena angkanya cukup besar. Sudah begitu, tayangannya hanya bisa diakses di satu perangkat secara bersamaan.
Andai tidak perlu mempertimbangkan faktor televisi di rumah, saya akan cenderung memilih untuk lompat ke paket Mobile, karena harganya kurang lebih sama.Â
Kalaupun harga naik dan bisa diakses di beberapa perangkat secara bersamaan, itu masih "worth it", tapi karena ternyata masih belum, nanti dulu.
Disadari atau tidak, kenaikan harga cukup besar ini menjadi sebuah lampu kuning, karena hanya melihat potensi pasar, tanpa pertimbangan soal keberlanjutan.
Sebelumnya, harga lama produk ini masih bisa dijangkau kelas menengah, tapi ketika kenaikan harganya cukup tinggi, seharusnya ini bisa jadi sebuah catatan. Apakah benar, platform streaming ini ingin naik kelas?
Untuk tahun ini dan tahun depan, mungkin sebagian konsumen masih berani menerobos, karena masih ada siaran kompetisi Liga Inggris dan Liga Champions.
Tapi begitu kontrak hak siar itu selesai tanpa diperpanjang, kita tak akan tahu, apakah konsumen masih loyal atau tidak.Â
Kalau harganya masih tinggi bahkan cenderung naik, pasti konsumen akan melihat alternatif yang lebih masuk akal. Mereka sangat cerdas dan bisa langsung bergerak di luar dugaan.
Memang, kenaikan harga semacam ini adalah satu risiko era industri, tapi ini adalah era "customer oriented". Konsumen bebas menilai dan memilih, karena merekalah penggerak dan objek utamanya.
Selama ini bisa disadari, seharusnya kualitas produk bisa ditingkatkan, tanpa harus membuatnya berada di luar jangkauan konsumen, karena jika tak ada yang mau membeli, sia-sia saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H