Berdasarkan rekam jejaknya, pertandingan sepak bola di liga Indonesia termasuk kategori rawan, dan beberapa kali meminta korban jiwa. Berangkat dari situ, kita sebenarnya bisa melihat, PSSI dan PT LIB pasti mengambil keputusan berdasarkan rekomendasi aparat keamanan.
Setelah sebelumnya liga sempat berjalan tanpa penonton imbas Tragedi Kanjuruhan, kebijakan tanpa suporter tandang bisa menjadi satu transisi, sebelum kembali ke bentuk awal.
Klub tak tekor, suporter pun bisa ke stadion dengan aman demi mendukung langsung klub favorit.
Tapi, kebijakan ini baru akan efektif, sepanjang semua pihak terkait bersinergi: panpel tidak menjual tiket melebihi kapasitas ideal stadion; aparat keamanan punya SOP yang sudah diperbaiki, dan suporter bisa tertib.
Jika sinergi antarpihak tidak padu, sepak bola Indonesia berada dalam bahaya. Erick Thohir, sang Ketum PSSI bahkan menyebut, FIFA mencermati betul sepak bola nasional, khususnya setelah Tragedi Kanjuruhan.
Lebih jauh, eks bos Inter Milan itu juga menyebut, andai terjadi kerusuhan, Indonesia bisa kena sanksi berat FIFA. Tentu saja, kita tak ingin itu terjadi.
Untuk hasil maksimal, sudah seharusnya sinergi antarpihak berjalan sebaik mungkin, karena menyangkut keselamatan bersama. Klub sendiri tidak otomatis bebas tanggung jawab, karena harus mengedukasi suporter.
Jadi, sinergi antarpihak yang sudah berjalan bisa bekerja lebih optimal, karena suporter sudah lebih tertib, seharusnya pembangunan di sepak bola nasional bisa naik level. Bukan lagi berkutat pada aspek mendasar, tapi sudah mulai menjangkau aspek level berikutnya.
Akankah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H