Dalam beberapa hari terakhir, muncul penolakan, khususnya dari Aremania, terkait rencana pemerintah merenovasi Stadion Kanjuruhan. Sebagai gantinya, mereka menuntut Stadion Kanjuruhan dijadikan museum peringatan Tragedi Kanjuruhan.
Proyek bernilai lebih dari 300 miliar rupiah ini sebenarnya sudah dicetuskan pascainspeksi Presiden Jokowi beberapa bulan lalu, tak lama setelah Tragedi Kanjuruhan terjadi.
Di satu sisi, penolakan Aremania itu bisa dimengerti, karena ada ratusan saudara mereka yang jadi korban Tragedi Kanjuruhan. Ditambah lagi, perjuangan untuk mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan tampaknya masih jauh dari kata tuntas.
Tapi, jika melihat konteksnya secara utuh, tuntutan Aremania terdengar tidak biasa. Pemerintah berhak merenovasi Stadion Kanjuruhan, karena ini adalah lahan dan properti milik pemerintah. Kalau stadion ini adalah properti milik klub Arema FC, maka penolakan ini sangat wajar.
Dari segi tujuan, rencana renovasi total Stadion Kanjuruhan jelas sangat logis, karena berkaitan dengan optimalisasi kualitas dan fungsi utama bangunan, yakni sebagai tempat rekreasi dan olahraga.
Di sini, pemerintah tampaknya belajar betul dari dua tragedi stadion terparah di dunia, yakni Tragedi Heysel (Belgia, 1985) dan Tragedi Estadio Nacional Lima (Peru, 1964). Pascatragedi, kedua stadion ini juga sama-sama direnovasi pemerintah setempat.
Estadio Nacional Lima diperkecil kapasitas maksimalnya menjadi 45 ribu penonton, dari yang sebelumnya 53 ribu penonton. Empat dekade setelah tragedi, stadion ini menjadi salah satu venue Copa America 2004 dan Piala Dunia U-17 edisi 2005 sebelum akhirnya kembali direnovasi tahun 2010 dan dibuka lagi pada tahun 2011, dengan penambahan kapasitas menjadi 55 ribu penonton.
Setelah renovasi kedua, stadion ini kembali menjadi venue event olahraga internasional, yakni Pan American Games (2015 dan 2019) dan Parapan American Games (2019).
Meski menjadi saksi tragedi stadion terparah di dunia, dengan korban jiwa 328 orang dan ribuan lainnya luka-luka, stadion ini tetap berfungsi sebagaimana mestinya setelah dua kali direnovasi.
Bahkan, stadion milik pemerintah Peru ini sehari-harinya menjadi lokasi kantor federasi nasional beberapa cabor di Peru, antara lain tinju, karate, voli dan taekwondo.