Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menikmati Sepak Bola Lewat Sketsa Komedi

24 Januari 2023   23:08 Diperbarui: 24 Januari 2023   23:13 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski hanya dinarasikan secara monolog, dan frekuensi upload tayangan barunya tidak terlalu tinggi, banyak momen yang bisa dinarasikan sekaligus dalam satu video berdurasi sekitar 10-20 menit.

Mulai dari hasil pertandingan liga sampai Piala Dunia, semua dapat giliran untuk dibahas. Begitu juga pada momen tak biasa, seperti transfer Cristiano Ronaldo ke Al Nassr yang membuatnya mendapat gaji 3,3 triliun rupiah per tahun.


Memang, gaya bahasan jenaka untuk sebuah informasi faktual terdengar menyalahi kaidah atau etika pemberitaan yang mungkin berlaku. Tapi, dalam posisinya sebagai sebuah konten hiburan, selama tujuannya baik, ini masih sejalan dengan peran sepak bola sebagai satu olahraga sekaligus hiburan bagi masyarakat.

Toh tidak ada yang salah dari sebuah konten hiburan. Apalagi, kalau sisi jenaka yang ditampilkan mampu menceriakan suasana, bahkan menyatukan beragam kelompok suporter.

Boleh dibilang, inilah satu bentuk "upgrade" dari meme. Esensinya masih sama: saling tertawa tanpa merendahkan, karena di atas lapangan hijau semua tim pada dasarnya setara.

Menariknya, kehadiran konten video sketsa komedi bertema sepak bola juga menjadi satu manifestasi versi kekinian dari "bermain sepak bola tanpa bola".

Jika Eduardo Galeano (1940-2015, jurnalis cum sastrawan kondang Uruguay) dan Romo Sindhunata dari Indonesia "bermain" sepak bola lewat tulisan sepak bola dan tafsir-tafsirnya yang cenderung kritis, maka para kreator konten video sketsa komedi sepak bola juga bermain bola lewat konten mereka, sambil mengajak setiap audiensnya untuk ikut "bermain" dalam tawa di alam pikiran.

Satu realita yang benar-benar pas dengan posisi manusia sebagai "Homo Ludens" alias makhluk yang suka bermain.

Pada gilirannya, semakin banyak yang ikut bermain, seharusnya akan semakin luas juga jangkauan sudut pandangnya. Inilah satu titik awal menuju kemajuan murni (tanpa embel-embel apapun) yang sejatinya dibutuhkan sepak bola nasional.

Selebihnya, tinggal bagaimana itu bisa disadari dan dihidupi, karena gerak maju tanpa kesadaran utuh tak lebih buruk dari gerakan kacau tanpa arah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun