Semoga saja, dua kisah antiklimaks ini memang hanya kebetulan mirip.
Di satu sisi, antiklimaks yang dialami Maroko sedikit disayangkan. Tapi inilah satu efek negatif paling merusak, dari sorotan berlebihan, khususnya di era media sosial.
Terbukti, tim yang punya potensi membuat gebrakan terbesar sepanjang sejarah turnamen, justru mencapai titik puncak terlalu cepat.
Memang, sebagai sebuah olahraga, sudah seharusnya sepak bola hanya fokus pada sepak bola itu sendiri.
Sebagai induk sepak bola dunia, FIFA sendiri sebenarnya bukan organisasi yang benar-benar bersih, tapi bukan berarti media dan pecinta sepak bola boleh ikut jadi serupa. Cukup mereka saja yang bermasalah, lainnya jangan ikut-ikutan bermasalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H