Awalnya, Arema FC memang dihukum bermain di luar Malang tanpa penonton dan denda 250 juta rupiah, tapi "hukuman" bertanding tanpa penonton justru terpaksa harus dirasakan semua tim, saat liga kembali bergulir.
Ditambah lagi, saat kompetisi Liga 1 kembali bergulir, kompetisi Liga 2 dan Liga  3 justru masih belum jelas kelanjutannya. Dengan situasi seperti ini, tiga poin apalagi trofi juara jelas akan terasa hambar.
Tidak ada efek jera dari sanksi PSSI buat manajemen Singo Edan, atas kelalaian mereka. Padahal, 1 nyawa manusia saja harganya tidak ternilai, apalagi ratusan. Kurang adil juga kalau klub kasta bawah jadi "anak tiri" sementara Liga 1 terus dianakemaskan PSSI.
Mungkin, PSSI dan pihak-pihak terkait sedang coba menerapkan semboyan "life must go on.", tapi keengganan dan trauma  (setidaknya sebagian) masyarakat pada sepak bola nasional tidak bisa dibohongi, terutama pada mereka yang jadi korban selamat, atau kehilangan orang terdekat.
Inilah yang seharusnya ikut mereka perhatikan. Jika tidak, kualitas sepak bola nasional bisa jadi semakin mundur. Apa gunanya ada federasi berumur hampir seabad tapi bobrok?
Selama masih belum ada perbaikan, rasanya memang sudah sepantasnya sepak bola nasional berjalan tanpa penonton. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari menonton langsung aksi tim kesayangan di stadion, selama keselamatan masih jadi taruhan.
Seharusnya, sebuah pertandingan sepak bola bukan sebuah ancaman gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, tapi jika ternyata malah menjadi demikian, berarti ada yang salah. Selebihnya, tinggal apakah itu bisa segera disadari dan ditertibkan atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H