Bicara soal memabung, satu hal yang saya ingat darinya semasa kecil adalah iming-iming "kalau menabung, akan dapat bunga tiap bulan".
Kalau melihat dinamika saat itu, mungkin iming-iming itu relevan, tapi dalam konteks kekinian, itu terdengar seperti omong kosong.
Maklum, beberapa bank di Indonesia menetapkan suku bunga tabungan bisa mencapai 0 persen per tahun. Meski sifatnya opsional, tentu ini akan lumayan mengubah persepsi yang ada, termasuk minat masyarakat menabung di bank.
Tapi, jujur saja, bagi saya pribadi, kebijakan Bunga 0 Persen ini tak banyak berpengaruh buat dua rekening yang saya punya. Kedua rekening ini saya buka karena dua alasan berbeda.
Rekening pertama saya buka medio tahun 2011, atau tak lama setelah lulus SMA. Penyebabnya, saat itu saya mendapat hadiah 1 juta rupiah dari paman saya.
Dalam perjalanannya, uang itu masih sisa sekitar 600 ribu rupiah, setelah dibelanjakan untuk keperluan kelulusan sekolah, beli buku, hangout dan nonton film.
Karena bingung, saya lalu memutuskan menabung uang itu di bank, dalam sebuah rekening tabunngan biasa tanpa kartu debit. Bunganya minimalis dengan potongan pajak, tanpa kartu atau biaya admin.
Rekening ini sendiri baru saya upgrade ke rekening dengan akses ke layanan digital sekitar tahun 2019, tepatnya saat saya bekerja di Jakarta. Alhasil, ada potongan biaya admin rutin belasan ribu rupiah yang mampir tiap bulan.
Kalau mengingat fungsi dan manfaatnya, Â biaya admin ini cukup bisa diterima, karena saya bisa melakukan transfer lewat aplikasi di ponsel atau menarik dana tunai di ATM.
Kemudahan ini membuat saya leluasa membayar kebutuhan rutin, termasuk sewa kost, sekalipun situasinya kurang kondusif. Entah karena ketegangan di masa pemilu, banjir di musim hujan, atau PSBB di awal masa pandemi.