Dalam perjalanan di Kompasiana sejauh ini, ada banyak momen unik yang hadir. Tapi, kalau boleh menyebut satu jenis momen unik, momen itu adalah pertemuan langsung alias kopi darat.
Poin spesial dari momen ini adalah ketika kita bertemu sesama Kompasianer, dan berinteraksi langsung di sana. Dari yang biasanya hanya bertemu di kolom komentar, kini bisa bertemu langsung secara tatap muka.
Momen ini akan terasa lebih unik, ketika Kompasianer lain langsung mengenali kita dari nama, yang bisa saja langsung mengenali kebiasaan kita dalam menulis. Apalagi, kalau ada kejadian lucu yang ikut mewarnai.
Kebetulan, momen unik ini saya alami, ketika mengikuti acara kopdar Kompasianer dan Waskita Reiki bersama Tjiptadinata Effendi dan Roselina Tjiptadinata, atau yang biasa disapa Opa dan Oma Tjip, Rabu (3/8) di Restoran Sederhana, Jalan Kaliurang, Yogyakarta.
Momen ini merupakan satu momen spesial, karena Opa dan Oma Tjip adalah dua Kompasianer dan figur senior yang sangat dihormati, baik di platform biru tersayang maupun di tempat mereka berkarya. Jadi, bukan kejutan kalau ada orang yang sampai rela datang dari jauh untuk bisa bertemu langsung.
Salah satunya, Kompasianer Tamita Wibisono, yang datang jauh-jauh dari Jakarta. Sebenarnya, Opa dan Oma Tjip akan mengadakan acara serupa di Perpustakaan Nasional Jakarta, 20 Agustus mendatang. Tapi, karena jadwalnya tidak memungkinkan, Bu Tamita memilih berkunjung ke Jogja, sekalian bertemu langsung dengan saya dan teman-teman dari K-JOG.
Ketika saya menyebut nama akun Kompasiana saya, Opa Tjip langsung mengenali kebiasaan saya: sering menulis soal sepak bola, walau kadang kemana-mana. Sebuah cara pandang detail dan ingatan yang cukup tajam.
Maka, wajar jika di usianya yang sudah sangat senior, Opa Tjip masih sangat produktif dalam hal menulis, dengan kualitas tulisan yang selalu konsisten. Ibarat seorang samurai, ia punya pedang yang tajam dan semakin ampuh karena dipadu padankan dengan jam terbang panjang di dunia tulis menulis.
Lucunya, karena waktu itu saya mencukur habis kumis dan jenggot saya, Opa Tjip sempat mengira kalau saya masih SMA atau berusia belasan tahun, padahal sudah berkepala tiga.
Alhasil, saya jadi dapat hadiah diskon umur cukup banyak. Biasanya saya hanya cuci muka, tapi kadang lupa mencukur kumis dan jenggot, karena hanya ada sedikit.