Catenaccio. Begitulah garis besar strategi Real Madrid, saat mengalahkan Liverpool 1-0, di final Liga Champions, Minggu (29/5, dinihari WIB).
Kesan ini muncul, karena pasukan Carlo Ancelotti dipaksa bermain sangat rapat menghadapi serangan bertubi-tubi Liverpool. Sepanjang pertandingan, Los Blancos hanya mampu membuat total 4 tembakan.
Kreativitas mereka benar-benar dibuat kering, karena permainan mereka dibuat tidak berkembang. Beruntung, pertahanan El Real tampil kokoh.
Strategi pertahanan gerendel ala Italia ini tentu saja bukan barang baru buat Real Madrid, karena pelatih mereka, memang berasal dari Italia.
Selain kuat di lini belakang, efektivitas serangan juara La Liga ini juga sangat baik. Meski hanya bisa membuat satu tembakan on target, satu tembakan itu mampu menjadi gol tunggal yang hadir di Paris, saat laga berjalan satu jam.
Gol dari Vinicius itu membuat Si Putih mampu mengontrol situasi. Sekalipun Liverpool mampu mendikte alur permainan, dan sesekali lolos dari barikade pertahanan Los Merengues, tim asuhan Juergen Klopp ini masih membentur tembok tebal bernama Thibaut Courtois.
Kiper Belgia itu tampil impresif, dan mampu membuat sejumlah penyelamatan gemilang. Alhasil, dua lusin tembakan yang diciptakan Mohamed Salah dkk jadi mubazir. Apa boleh buat, dominasi yang diperlihatkan Si Merah jadi terlihat seperti satu pertunjukan seni membuang peluang.
Sebelum mencetak gol di babak kedua, sebetulnya Real Madrid sempat mencetak gol di akhir babak pertama. Sayang, gol Karim Benzema dianulir wasit karena offside.
Inilah satu strategi Don Carlo, untuk mengakali strategi jebakan offside ala Liverpool. Cara itu terbukti langsung membuat panik Virgil Van Dijk dkk di kesempatan pertama.
Meski demikian, strategi serangan ala klub ibukota Spanyol itu berhasil di kesempatan berikutnya. Alhasil, situasi menjadi aman terkendali, dan trofi Eropa ke 14 pun datang ke Santiago Bernabeu.