Di era digital ini, ada banyak pilihan game online maupun offline, yang bisa dimainkan untuk mengisi waktu senggang. Baik game generasi baru maupun lama, semuanya layak dimainkan.
Pertimbangannya beragam. Ada yang karena ingin bernostalgia, ada juga yang mempertimbangkan soal kepraktisan. Semua kembali ke selera dan pertimbangan masing-masing.
Diantara game digital yang ada, ada satu game lawas yang belakangan kembali saya mainkan, yakni game Yu-Gi-Oh, game permainan duel kartu asal Jepang. Game buatan Konami ini berbasis offline, dan biasa dimainkan di laptop.
Awalnya, game ini diadaptasi dari manga dan anime Yu-Gi-Oh, karya Kazuki Takahashi, sebelum akhirnya berkembang menjadi satu permainan kartu.
Inti permainannya simpel, yakni menghabiskan skor poin milik lawan secepat mungkin. Andai kesulitan, bisa juga mencoba untuk membuat lawan kehabisan kartu lebih cepat.
Di Indonesia, manga Yu-Gi-Oh diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo (tamat dalam 38 jilid), sementara anime-nya sempat ditayangkan di RCTI setiap hari Minggu pada tahun 2000-an.Â
Dulu, saya memainkan game ini saat masih SMP. Memainkan game di laptop menjadi tahap lanjut, setelah sebelumnya biasa bermain secara langsung dengan teman-teman di sekolah, khususnya saat jam istirahat atau sepulang sekolah di akhir pekan, atau saat sekolah pulang lebih awal.
Secara permainan, aturannya cukup simpel. Secara personal, ini juga menyenangkan, karena bisa jadi momen interaksi bersama teman-teman.
Hanya saja, saya lebih sering kalah ketimbang menang. Selain karena banyak yang lebih jago, efek khusus dalam kartu permainan (yang umumnya menggunakan bahasa Inggris) kadang diterjemahkan secara berbeda.
Alhasil, daripada berdebat, saya memilih untuk mengalah. Dalam perjalanannya, saya lalu banting setir menjadi penjual kartu, karena koleksi kartu yang saya punya ternyata cukup diminati oleh teman-teman.