bola, partai final biasanya menjadi sajian utama. Maklum, dua tim yang bertemu adalah tim yang mampu bertahan dari awal hingga akhir.
Dalam sebuah turnamen sepakTapi, ada juga pertandingan berkualitas layaknya partai final, yang tersaji sebelum babak final digelar. Makanya, pertandingan ini layak disebut "pertandingan rasa final".
Salah satu "pertandingan rasa final" itu tersaji di babak semifinal Piala FA, Sabtu (16/4), antara Manchester City vs Liverpool di Stadion Wembley.
Pertandingan yang digelar di kota London ini memang serasa laga final, karena kedua tim memang sedang bersaing ketat di pacuan gelar Liga Inggris. Di Eropa, mereka juga sama-sama lolos ke babak semifinal Liga Champions.
Tak heran, saat kedua tim terundi berhadapan di babak semifinal Piala FA, ada yang menyebutnya sebagai final dini.
Secara permainan, pertandingan ini juga berjalan menarik. Kedua tim saling serang sejak awal hingga akhir, dan memegang momentum masing-masing di kedua babak.
Liverpool yang tampil dengan kekuatan penuh, langsung coba menggebrak pertahanan City sejak menit-menit awal. Dengan mengandalkan gegenpressing seperti biasa, mereka mampu membuat permainan lawan tak berkembang.
Hasilnya, dua gol langsung tercipta di menit ke 10 dan 17. Gol pertama hadir dari sundulan Ibrahima Konate, hasil umpan sepak pojok Andy Robertson.
Ini merupakan gol ketiga beruntun bek asal Prancis, setelah sebelumnya mencetak dua gol beruntun dalam dua leg pertandingan perempatfinal Liga Champions melawan Benfica. Uniknya, kedua gol Ibou tercipta juga lewat sundulan, memanfaatkan umpan sepak pojok.
Gol ini memantik semangat anak asuh Juergen Klopp untuk terus menekan Si Biru Langit, yang tampak panik akibat ditekan secara konstan.
Akibatnya, tim yang biasanya nyaman memegang penguasaan bola, terpaksa harus kehilangan satu aspek, yang menjadi satu pijakan mereka.