Dari masa ke masa, muncul beragam tren taktik di sepak bola. Tren itu kerap berubah-ubah, sehingga ada peran yang terus berevolusi. Salah satunya adalah peran playmaker.
Pada saat tren sepak bola defensif dan menyerang saling bergantian muncul, peran playmaker identik dengan nomor punggung 10. Makanya, posisi ini kerap disebut sebagai "posisi nomor 10".
Mereka biasa menjadi penghubung antara lini tengah dan depan. Dengan kemampuan individu dan kecerdasan di atas rata-rata, mereka biasa menghadirkan efek kejutan.
Entah berupa aksi individu aduhai, umpan terobosan, atau apapun itu, playmaker hampir selalu muncul sebagai pembeda. Jika performanya bagus, maka semua baik-baik saja. Jika tidak, tim sudah pasti ada dalam masalah.
Di masa lalu, kita banyak disuguhi aksi ajaib pemain nomor 10 macam Maradona, Riquelme, Rivaldo atau Zidane, yang rutin mengundang decak kagum.
Tapi, seiring makin dinamisnya tren taktik sepak bola modern, peran itu tak lagi mutlak milik pemain nomor 10. Â Memang, masih ada pemain nomor 10 macam Messi, Ozil dan Neymar, tapi jumlahnya makin berkurang.
Untuk keperluan taktik, posisi playmaker justru ditempatkan di tengah. Posisi yang sebelumnya identik dengan nomor punggung 6 atau 8.
Saat strategi umpan pendek ala tiki-taka populer, keberadaan "playmaker kembar" menjadi salah satu kuncinya. Keduanya memang sama-sama menjadi dirigen permainan, tapi dengan peran berbeda. Satu melepaskan operan dan umpan kunci, sementara yang lain sesekali menggocek bola ke lini belakang lawan.
Mereka biasanya ikut didukung seorang gelandang jangkar, yang bertugas merebut bola. Di Barcelona, kita menemukan "playmaker kembar" dalam duo Xavi dan Iniesta, yang dibantu Sergio Busquets.
Sepeninggal keduanya, masih ada kombinasi Toni Kroos dan Luka Modric di Real Madrid. Keduanya dibantu Casemiro, yang jago melakukan tekel-tekel bersih.