Timnas Indonesia memulai perjalanan di ajang Piala AFF 2020 dengan awalan positif. Menghadapi Kamboja, Kamis (9/12) Evan Dimas dkk menang dengan skor akhir 4-2.
Dari skor akhirnya, sebagian orang mungkin puas, karena dwigol Rachmat Irianto, plus gol-gol Evan Dimas dan Ramai Rumakiek sukses mengamankan kemenangan.
Masalahnya, kemenangan ini kurang meyakinkan, karena Evan Dimas dkk masih kurang terorganisir, baik dari segi taktik maupun kerja sama tim.
Dua masalah ini awalnya tak terlihat, khususnya selama 33 menit babak pertama. Tim Garuda malah mampu mengurung pertahanan Kamboja, dan mencetak tiga gol setelah memanfaatkan koordinasi lini belakang yang kurang baik.
Masalahnya, selepas gol ketiga, giliran Kamboja yang mulai panas. Tim asuhan Keisuke Honda ini mampu bermain lebih rapi, dan rapat, dengan memperagakan proses membangun serangan yang skematis, yakni dari belakang ke depan, dengan konsisten melakukan pressing saat kehilangan bola.
Tim asuhan eks pemain AC Milan dan Timnas Jepang ini bahkan mampu membuat sepasang gol, masing-masing dari situasi sepak pojok dan tendangan bebas di kedua babak, yang pada prosesnya "diselingi" oleh gol Ramai Rumakiek.
Jelas Tim Angkor Warrior sepertinya sudah menganalisis betul, seberapa gawat kelemahan Timnas Indonesia di situasi bola mati. Sebuah kelemahan yang jadi sasaran empuk mencetak gol. Andai mereka tak kebobolan tiga gol di awal, mungkin Timnas Indonesia-lah yang akan menangis.
Andai masih begini saat menghadapi Vietnam atau Malaysia, Timnas Indonesia pasti bisa jadi bulan-bulanan.
Chan Vatanaka dkk juga sukses memanfaatkan kerja sama tim yang kendor selepas gol ketiga, untuk gantian memegang kendali permainan, meski belum benar-benar sempurna.
Setelahnya, situasi justru jadi seimbang. Kamboja memang mampu memperagakan kerja sama tim yang lebih unggul, tapi kemampuan individu pemain mereka masih kalah oleh Indonesia, yang kerja sama tim dan skemanya terlihat berantakan.