Akhir-akhir ini, klub Manchester United banyak disorot, seiring kedatangan Ralf Ragnick sebagai pelatih interim. Langkah ini dianggap sebagai sebuah "upgrade kualitas" oleh sebagian pihak, karena pelatih asal Jerman itu dikenal sebagai pencetus sistem "gegenpressing".
Taktik ini merupakan taktik modern yang belakangan menjadi ciri khas Jerman. Dalam perjalanannya, kata kunci dari sistem ini, yakni "pressing" telah menjadi tren di sepak bola dunia.
Sebelum kedatangan Ragnick di Liga Inggris, sudah ada dua pelatih asal Jerman yang lebih dulu identik dengan taktik ini, yakni Juergen Klopp (Liverpool) dan Thomas Tuchel (Chelsea). Mereka berdua sama-sama terinspirasi dari eks pelatih Schalke, dan sama-sama sudah meraih trofi Liga Champions di klub masing-masing.
Kalau hanya melihat sorotan utama, sepertinya hanya Si Setan Merah saja yang melakukan "upgrade" kualitas. Tapi, ada tim lain, yakni Liverpool, yang pada saat hampir bersamaan ikut melakukan "upgrade" kualitas, dengan mendatangkan sosok baru di tim kepelatihan.
Meski agak luput dari perhatian, Si Merah meresmikan kedatangan Claudio Taffarel, sebagai pelatih kiper baru mereka, pada Kamis (1/12), tak lama sebelum Derby Merseyside, yang dimenangkan Mohamed Salah dkk dengan skor 4-1.
Diplot sebagai pelatih kiper bersama John Achterberg dan Jack Robinson, Taffarel hadir sebagai satu solusi ideal untuk meng-upgrade kualitas tim, khususnya di sektor penjaga gawang.
Mungkin ini terdengar agak berlebihan, karena John Achterberg dan Jack Robinson sebenarnya sudah bekerja dengan sangat baik. Tapi, dengan profil dan pengalamannya, sosok berusia 55 tahun ini bisa membantu tim naik ke level berikutnya.
Maklum, semasa bermain, Taffarel adalah kiper andalan Timnas Brasil, saat juara Piala Dunia 1994, dalam tim yang antara lain diperkuat Bebeto, Romario, dan Dunga. Meski gaya mainnya cenderung elegan, tidak nyentrik seperti Rene Higuita (Kolombia) atau Jose Luis Chilavert (Paraguay), ia tetap dipandang sebagai salah satu peletak dasar kriteria ideal kiper modern, berkat refleks, akurasi operan, dan penempatan posisi yang oke.
Keistimewaan eks kiper Parma ini juga berlanjut, saat dirinya menekuni peran sebagai pelatih kiper. Setelah sempat bergabung di Galatasaray, klub yang juga pernah dibelanya semasa bermain, sosok yang juga menjadi idola Alisson Becker (kiper utama Liverpool dan Timnas Brasil) ini lalu menjadi pelatih kiper Tim Samba sejak 2014, sebelum akhirnya merangkap tugas serupa di Liverpool.
Melihat profilnya, sudah jelas terlihat, peningkatan kualitas seperti apa yang bisa diberikan Taffa di tim asuhan Juergen Klopp. Khususnya, dalam upaya tim untuk bisa terus bersaing di level atas.