Bicara soal kuliner siomay dan batagor, kebanyakan orang mungkin akan akan langsung mengasosiasikannya dengan kota Bandung sebagai kota asal. Merek siomay atau batagor "khas Bandung" pun menjamur di berbagai kota di Indonesia, sebagai penanda bahwa produk itu punya kualitas bahan dan rasa yang boleh diadu.
Meski begitu, punya jenama "khas Bandung" tidak otomatis akan membuat siomay atau batagor tersebut punya rasa dan kualitas sesuai namanya. Ada yang daging ikan tengirinya dimasak setengah matang, bumbu saus kacang yang tidak halus, bahkan terlalu encer, atau isian ikan tengiri yang agak pelit.
Kekurangan-kekurangan ini belakangan sering jadi titik lemah, pada produk siomay dan batagor. Tak heran, jenama "khas Bandung", pada warung siomay dan batagor di luar kota Bandung tak selalu digunakan.
Sebagai gantinya, penamaan dengan menambahkan unsur kata dari dialek bahasa Sunda, seperti "Kang" atau "Mang", hadir sebagai alternatif yang cukup banyak digunakan. Selain untuk menampilkan akar daerah asal produk, gaya penjenamaan ini juga berperan sebagai pesan, soal kualitas dan rasa yang boleh diadu.
Salah satu warung siomay dan batagor dengan gaya penjenamaan ini saya temui di kota Yogyakarta, tepatnya di warung batagor dan siomay "Kang Bob".
Pada Sabtu (4/9) lalu, saya bersama teman-teman komunitas K-JOG menyambangi warung batagor dan siomay "Kang Bob" di satu sudut Yogyakarta.
Warung milik Pak Frenky ini dinamakan dari nama anaknya, Bobby. Awalnya, Pak Frenky membuka warung siomay dan batagor buatannya di daerah Wedomartani, Sleman. Untuk memperluas jangkauan pasar, sejak bulan Agustus lalu, ia membuka warung di dekat pusat kota Yogyakarta.
Warung siomay dan batagor "Kang Bob" sendiri buka tiap hari pukul 11.00-19.00 dengan melayani pesanan makan di tempat (sesuai ketentuan yang berlaku di masa PPKM) dan pesan antar via aplikasi Gojek dan Grab.
Saat mengobrol sebentar dengan Pak Frenky, saya sempat menanyakan satu hal, yang sempat mengganjal di pikiran saya: mengapa berani memilih berjualan siomay dan batagor di Yogyakarta, kota yang sebenarnya bukan basis kuliner siomay dan batagor?
Ternyata, pria yang sebelumnya berprofesi sebagai "guide" ini memang menggemari sekaligus suka membuat sendiri siomay dan batagor semasa tinggal di Bandung. Berangkat dari situ, ia coba menguji kelezatan rasa siomay dan batagor buatannya, kepada teman-temannya yang bergerak di bidang kuliner.
Hasilnya, rasa siomay dan batagor buatannya dinilai enak dan Pak Frenky didorong untuk memulai usaha warung siomay dan batagor sendiri.