Ini belum termasuk orang-orang yang pemilih soal jenis vaksin. Ada segelintir orang yang mengincar vaksin jenis tertentu, karena dinilai lebih ampuh. Padahal, kalau tak tertib ya sama aja bohong.
Kalaupun sudah dapat vaksin, kekhawatiran masih ada, karena persentase vaksinasi nasional masih belum cukup kuat, untuk bisa menghasilkan kekebalan kolektif.
Apalagi, kebebalan kolektif masih jadi satu masalah serius di masa pandemi. Sekeras apapun upaya untuk tertib, percuma kalau yang bandel masih sangat banyak.Â
Praktis, pergi keluar rumah hanya dilakukan saat pergi vaksin. Sisanya, tinggal online. Pokoknya, safety first. Titik.
Soal PPKM Level 4 yang hadir tiap minggu seperti majalah, dan ternyata masih berkepanjangan, ini memang menjengkelkan.Â
Kalau kata Sherina, geregetan jadinya geregetan, apa yang harus kulakukan?
Kenapa tak dibuat panjang sekalian?
Pertanyaan di atas mungkin terlontar dari mulut banyak orang, tapi, melihat situasinya, keputusan ini sedikit bisa dimaklumi.
Kalau PPKM diperpanjang langsung dengan durasi satu, dua, atau tiga bulan sekaligus, situasinya pasti akan lebih runyam. Diperpanjang tiap minggu saja, masih ada kekurangan di sana-sini.
Ibarat orang beli paket data, bujet pemerintah saat ini belum cukup untuk membeli paket data bulanan, apalagi membayar biaya Wi-Fi, dan baru cukup untuk membeli paket data mingguan atau ketengan.
Jadi, agak sulit mengharapkan kebijakan PPKM (atau sejenisnya) diterapkan dalam jangka panjang. Ada terlalu banyak hal yang harus dikompromikan, salah satunya soal urusan perut.