Dalam menulis, ada banyak penilaian yang hadir saat tulisan tersebut sudah jadi. Ada yang menganggapnya bagus, ada juga yang menganggapnya kurang.
Penilaian tersebut bisa berasal dari si penulis itu sendiri, atau dari pembaca. Sifatnya relatif, tergantung selera masing-masing.
Bagi saya pribadi, saya bukan tipe orang yang bisa dengan pedenya menyebut tulisan sendiri bagus, karena menurut saya, pembaca jauh lebih berhak untuk menilai.
Saya sendiri pada dasarnya hanya menjadikan menulis sebagai satu ruang bebas untuk berekspresi. Ada rasa sangat lega, tiap kali sebuah tulisan jadi, karena pada prosesnya, saya harus berhadapan dengan kecepatan berpikir dan mengetik yang kurang sinkron.
Bukan karena korsleting listrik, tapi ini merupakan satu efek samping dari kelainan syaraf motorik bawaan yang saya punya. Perbandingan sederhananya, saat di dalam kepala sudah menuntaskan satu kalimat, tangan malah baru menuntaskan sepatah dua patah kata.
Berkat bantuan fitur teks prediktif di ponsel, masalah ini bisa sedikit diperbaiki. Meski tak benar-benar mengatasinya, minimal ini bisa disiasati.
Tapi, karena kekurangan ini, saya tidak menjadi deadliner saat menulis, karena memang tak punya kecepatan sehebat itu. Kalaupun ada lomba, saya biasanya ikut karena ingin bereksperimen atau hanya iseng saja. Saya sadar, masih banyak yang jauh lebih ahli di sini.
Alhasil, saya cukup bergantung pada ide yang suka datang tak diundang. Entah kebetulan atau bukan, ide yang datang dan bisa segera dieksekusi, sering membuat saya seperti memakai kacamata kuda. Fokus di satu titik ini sampai tuntas.
Soal penilaian atau sejenisnya, bodo amat. Bukan urusan saya.
Satu-satunya poin yang kadang membuat saya jadi geregetan hanyalah "sentuhan" yang sering naik-turun, karena intensitas menulis yang juga sempat naik-turun, baik karena kesibukan atau karena perkara lain.
Inilah yang masih saya perjuangkan untuk bisa tetap konsisten, karena menulis atas dasar keinginan sendiri sebetulnya sangat menyenangkan.