"Kamu perlu mencoba tes CPNS."
Begitulah saran yang kudapat. Bukan, ini seperti perintah tanpa arah. Tak ada kejelasan di sini.
Apalagi, dengan kondisi fisikku, aku perlu sedikit lebih sabar dalam mencari informasi, sebelum akhirnya bergerak. Bukan pesimis, tapi pengalaman pahit akibat dibedakan karena faktor fisik membuatku harus waspada. Toh ini negeri tempat para tikus berpesta dengan gelimang harta.
Saran ini adalah satu dari sekian banyak warna muram yang setia menggelayut sejak aku pulang. Di tengah kecamuk pagebluk ini, ada saja kesulitan.
Lepas dari kantor yang nyaris tak kenal libur, plus tekanan kerja dan pendapatan yang jomplang, aku pulang ke rumah yang tak henti mendikte dalam terlalu banyak hal.
Keluar dari mulut singa, masuk mulut macan.
Bukan, ini sebuah kemunduran. Ini kusadari, sejak diriku merasakan banyak kekacauan. Susah tidur di malam hari, teler saat minum kopi tanpa gula di siang hari, dan perasaan tak ingin melakukan apapun, dan sedikit penyesalan karena harus pulang.
Kekacauan ini menjadi hantu dalam hari-hariku di sini. Ditambah perasaan seperti menjadi sampah, karena tak bebas melakukan apa yang ingin dilakukan, rasanya ini benar-benar jadi mimpi buruk sempurna.
Belum lama kurasakan menjadi tumbal pembesar gara-gara pagebluk, aku sudah merasakan lagi mimpi buruk, ironisnya di rumah sendiri.
Aku memang bisa berhemat dan menabung, setidaknya menebus defisit saldo di bulan-bulan masa awal pagebluk. Tapi, mimpi buruk ini membuat semua jadi mengerikan.
Sama seperti di masa suram sebelum aku berangkat ke ibukota, aku sendirian terkungkung dalam mimpi buruk berkepanjangan. Semua terasa serba salah, karena ada yang merasa paling benar.