Pada Jumat (18/12, dinihari WIB), FIFA resmi mengumumkan nama Juergen Klopp sebagai Pelatih Terbaik Tahun 2020, yang sekaligus menjadi torehan kedua beruntun bagi sang pelatih asal Jerman. Pada prosesnya, ia mengungguli Marcelo Bielsa (Leeds United, Argentina) dan Hansi Flick (Bayern Munich, Jerman).
Jika melihat torehan trofinya, gelar juara Liga Inggris yang diraih Klopp bersama Liverpool memang berada selevel di atas Bielsa. Maklum, El Loco "hanya" membawa Leeds promosi ke kasta tertinggi, meski keduanya sama-sama menjalani musim spesial bersama tim masing-masing.
Tapi, capaian Klopp sebenarnya kalah mentereng dengan Hansi Flick, yang sukses mengantar Bayern meraih Treble Winner. Capaian itu bahkan bertambah, setelah Robert Lewandowski dkk meraih Piala Super Eropa di awal musim ini.
Jelas, ada sedikit kebingungan, karena Flick tak dipilih sebagai pemenang. Empat trofi lebih banyak dari segi trofi, tapi mengapa eks pelatih Borussia Dortmund ini yang terpilih?
Jawabannya sebetulnya cukup sederhana, Klopp mampu meraih trofi Liga Inggris, yang sarat makna bagi klub dan kompetisi secara umum. Kok bisa?
Karena, eks pelatih FSV Mainz ini mampu mengakhiri 30 tahun puasa gelar juara liga Si Merah. Hebatnya, ini mampu diraih dengan lancar, meski komposisi skuad kadang tak utuh.
Disebut lancar, karena mereka mampu meraih gelar juara di pekan ke 31, saat kompetisi masih menyisakan tujuh pertandingan. Ini menjadi rekor juara tercepat di Liga Inggris, yang selama ini dikenal begitu dinamis.
Hebatnya, Jordan Henderson dkk mampu melakukannya, saat Alisson, Joe Gomez, dan Joel Matip kerap cedera di beberapa kesempatan. Belum lagi jika pemain langganan cedera seperti Naby Keita dan Alex Oxlade-Chamberlain ikut disertakan.
Tantangan ini belum tentu bisa ditaklukkan Bayern, karena persaingan di Bundesliga tak terlalu dinamis. Die Roten rutin mendominasi kompetisi domestik, dan kalau ada tim yang bisa menjadi juara liga, kekuatan tim ini akan segera dipreteli, karena pemain kuncinya akan segera pindah ke Bavaria.
Praktis, FC Hollywood tak punya lawan, dan terbukti rutin juara liga sejak musim 2012-2013. Tanpa bermaksud mengecilkan, kesuksesan The Bavarians meraih trofi keenam Liga Champions musim lalu sebenarnya wajar, karena mereka punya komposisi tim yahud, pemain yang relatif bebas cedera, dan punya masa persiapan yang cukup jelang menghadapi turnamen mini Liga Champions di Lisbon, Portugal.
Jadi, capaian mereka bisa dilakukan tim manapun, jika dalam situasi serupa. Tapi, Liverpool mampu membukukan catatan historis, di saat masalah cedera pemain kerap merecoki.