Masalahnya, saudara kembar Bagas Kaffa ini masih punya ikatan kontrak dengan Barito. Jadi, Utrecht harus mengontak Barito untuk mengajukan penawaran resmi, yang sayangnya berakhir buntu.
Di sini, Utrecht terlihat tak ngebet mengontrak Bagus. Ibarat orang ingin beli gadget, ia baru bertanya soal harga, tapi belum tentu beli, karena kondisi si pemain juga belum pulih benar.
Gaya rekomendasi seperti ini, jelas adalah satu dari sekian banyak rekomendasi agen atau pencari bakat yang mereka terima. Hal ini merupakan cara umum dalam sepak bola modern.
Tak mungkin mereka merekrut semua nama yang masuk tanpa pertimbangan matang. Bagaimanapun, klub ini menjalankan proyek profesional jangka panjang, dan harus cermat dalam merekrut pemain. Maklum, mereka tak punya cukup banyak dana transfer, apalagi dalam situasi seperti sekarang.
Masalah lain yang jadi "kartu mati" Bagus adalah, klub-klub asal Eropa barat biasanya lebih memprioritaskan talenta lokal untuk tim junior, kecuali jika pemain tersebut dianggap punya kualitas di atas rata-rata alias istimewa, itupun kebanyakan berasal dari Amerika Latin atau Afrika, sangat jarang yang berasal dari Asia seperti Son Heung-Min (Korsel) yang memulai karier Eropa di tim junior Hamburg SV (Jerman).
Tentunya, kita paham betul, seberapa tinggi standar level "di atas rata-rata" menurut Eredivisie, liga yang memang rutin mengorbitkan pemain berkualitas kelas dunia. Jadi, boleh dibilang, sebagian media kita agak "ge-er" karena Bagus sebetulnya hanya "dititipkan" Dennis Wise "numpang latihan", bukan "trial", untuk memulihkan kondisi fisik di Belanda.
Situasi ini berbeda dengan Brylian Aldama, yang kontraknya memang sudah kadaluarsa bersama Persebaya Surabaya. Pemain yang diageni Forza Sports Group (Belanda) ini praktis hanya tinggal mengurus proses administrasi seperti visa, karena berstatus pemain bebas transfer.
Secara kronologis, minat HNK Rijeka pada Brylian memang masuk akal. Maklum, ia memang ikut pelatnas Timnas U-19 di Kroasia, dan dipantau langsung klub juara Liga Kroasia 2016/2017, selain tentunya direferensi sang agen.
Kepindahan arek Suroboyo ini ke eks klub Andrej Kramaric (penyerang timnas senior Kroasia era kekinian) memang tak terlalu heboh di awal, tapi semuanya serba pasti. Ada kontrak selama 18 bulan yang mengikat, dan proyeksi yang jelas, dengan dirinya ditempatkan di Tim U-23 lebih dulu.
Melihat situasinya, langkah ke Eropa Timur juga bisa diambil Bagus. Dengan catatan, fisik dan mentalnya sudah benar-benar siap, dan Barito memang mendapat klub peminat serius, bukan cuma "iseng bertanya" seperti Utrecht.
Menariknya, kasus transfer Bagus Kahfi dan Brylian Aldama seolah menjadi "tutorial" aktual, tentang bagaimana "do" dan "don't" terkait berita transfer pemain muda kita ke luar negeri. Tak perlu didramatisasi.