Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia, dan Fenomena Bahasa Indoglish

29 Oktober 2020   16:44 Diperbarui: 29 Oktober 2020   17:09 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh kekinian dari fenomena ini antara lain bisa kita lihat, dari istilah "New Normal", yang banyak digembar-gemborkan selama pandemi Corona. Istilah ini memang sudah generik dan mengglobal.

Tapi, saat istilah ini diterapkan di Indonesia, muncul beragam interpretasi, salah satunya interpretasi ekstrem "New Normal" sebagai sebuah keadaan "Normal" sepenuhnya. Inilah salah satu faktor, mengapa kasus terkonfirmasi positif Corona di Indonesia masih belum sepenuhnya terkendali.

Padahal, jika istilah yang digunakan sejak awal sudah memakai bahasa Indonesia, misalnya "Kebiasaan baru", orang pasti akan langsung memahami, dengan interpretasi seragam, tanpa ada kengawuran di dalamnya. Dengan begitu, semua tertangani dengan lebih baik.

Tak bisa dipungkiri, bahasa Inggris memang sudah menjadi satu bahasa kunci di tingkat global. Jadi, wajar jika menguasainya menjadi satu keharusan.

Tapi, bukan berarti tiap kata didalamnya boleh digunakan seenaknya, dicampur aduk semaunya, apalagi sampai menciptakan sekat "kelas pergaulan". Menggunakan bahasa Inggris memang terlihat keren, tapi jika penggunaan dan pemahamannya kacau, itu justru akan memalukan, bahkan bisa merugikan.

Jadi, lebih baik kita memahami dan menguasai bahasa Indonesia dengan baik, daripada hanya mengerti kulit luar berbagai bahasa asing, tanpa memahaminya dengan baik.

Pemahaman dan penguasaan bahasa Indonesia yang baik akan sangat berguna, karena inilah kunci paling dasar, untuk menguasai berbagai bahasa asing.

Bertutur kata dalam bahasa Indonesia bukan sesuatu yang "kuno" atau "tidak berkelas". Inilah salah satu identitas keindonesiaan, yang menunjukkan dengan jujur siapa diri kita sebagai orang Indonesia.

Lebih baik menguasai satu yang dapat menaklukkan seribu, daripada menguasai seribu hanya untuk menaklukkan satu.

Penguasaan bahasa yang baik, adalah wujud nyata "kemenangan tanpa pertarungan", karena pada prosesnya, kita diajak untuk menihilkan ego, dan mampu mengenali siapa diri kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun