Dalam sepak bola, ada sebuah ungkapan yang menyebutkan, "suporter sejati adalah mereka yang pernah datang menonton langsung aksi tim kesayangan di stadion". Hal ini tentu saja mengundang pro-kontra.
Tak hanya itu, dikotomi juga muncul karenanya. Di sini, muncul sebutan "suporter layar kaca", bagi mereka yang hanya bisa menikmati aksi tim kesayangan dari kejauhan, termasuk saya sendiri.
Di satu sisi, dikotomi ini memang menjengkelkan, karena tak semua orang punya waktu dan biaya lebih untuk menonton langsung tim idola di stadion, apalagi jika tim tersebut bermarkas di Eropa.
Di sisi lain, dikotomi suporter ini sebenarnya menampilkan sebuah realita, tentang bagaimana hubungan klub dan suporter. Suporter memang menjadi satu sumber kekuatan utama klub, yang bisa memberi kekuatan ekstra kepada tim saat sedang bertanding.
Dalam beberapa momen sulit, suporter juga hadir, misalnya saat klub sedang mengalami kesulitan finansial, suam-suam kuku atau terdegradasi, seperti halnya saat sedang berjaya. Jadi, mereka ada di setiap momen klub, saat susah maupun senang.
Meskipun, tak semua suporter punya level kesetiaan sama persis, mereka tetap penggerak yang perannya tak terbantahkan bagi klub.
Maka, wajar jika suporter sering disebut sebagai "pemain ke 12" di lapangan. Sayang, dikotomi antara "suporter sejati" dan "suporter layar kaca" membuatnya terasa hambar.
Tapi, merebaknya pandemi Corona tahun 2020, ternyata menjadi satu medium ampuh untuk meruntuhkan dikotomi ini. Tanpa ba-bi-bu, virus yang awalnya merebak di Wuhan (China) ini langsung mengubah drastis berbagai aspek, termasuk sepak bola.
Seperti diketahui, kompetisi memang sudah kembali bergulir, dengan protokol kesehatan ketat. Kebanyakan pertandingan berlangsung di stadion yang kosong melompong.
Memang, ada liga yang mulai menghadirkan penonton di stadion, seperti di Ligue 1 Prancis dan Bundesliga Jerman. Tapi, jumlahnya masih sangat dibatasi, dengan protokol kesehatan ketat.
Berangkat dari situlah, saya melihat dikotomi antara "suporter sejati" dan "suporter layar kaca" tak lagi relevan. Karena, mendukung tim kesayangan bukan semata soal kehadiran secara fisik, tapi batin.