Saya memang tak bisa mengetik cepat, maka saya harus menyederhanakannya. Setidaknya, ini bisa sedikit mengurangi gap perbedaan antara saya dan mereka dari segi kemampuan motoris.
Proses ini juga menjadi cara menyesuaikan diri paling menyenangkan, karena blog selalu bisa menampilkan isi hati dan pikiran seseorang secara sempurna, meski tubuhnya tak sempurna.
Soal bahasa, saya menjalani semua begitu saja. Awalnya sangat melelahkan, tapi setelah terbiasa, semua akan baik-baik saja. Sama seperti ungkapan "bisa karena terbiasa".
Soal gaya bahasa dan sejenisnya, jelas tak ada yang sama persis. Entah di blog personal, atau platform blog keroyokan seperti Kompasiana.
Sekilas, ini bisa membingungkan, tapi, jika diperhatikan, keberagaman gaya bahasa dalam blogging justru menjadi ciri khas, laiknya sup atau gado-gado. Keberagaman ini menjadi ciri khas, sekaligus kekayaan tersendiri.
Jadi, tak ada yang salah dengan perbedaan ini, karena inilah jati diri penulisnya. Selebihnya, tinggal dibiasakan, supaya bisa semakin berkembang selaras dengan perkembangan dinamika linguistik yang ada..
Lagipula, tanpa adanya beragam sayur dan racikan bumbu, sup dan gado-gado  bukanlah sup dan gado-gado, begitu juga dengan blog dan keberagaman gaya bahasa di dalamnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI