Bicara soal kiprah klub Indonesia di ajang Liga Champions Asia (LCA), grafik prestasi klub Tanah Air cenderung menurun, seperti halnya alokasi tiket peserta dari AFC, alias Konfederasi Sepak Bola Asia.
Kompetisi yang pertama kali digelar tahun 2003 ini awalnya memberikan jatah dua tiket fase grup kepada klub Liga Indonesia. Posisi Liga Indonesia kala itu, yang tergolong cukup bagus di Asia menjadi penyebab.
Meski ada masalah di sana-sini, kemeriahan dan kelancaran kompetisi tiap tahun menjadi nilai plus. Liga Indonesia diketahui juga sebagai salah satu liga tertua di Asia, bahkan sempat jadi liga percontohan di masa lalu.
Awalnya, dua tiket itu dialokasikan kepada juara dan runner-up liga, tapi saat kompetisi Copa Indonesia (kini Piala Indonesia) dihelat, tiket kedua dialokasikan ke juara turnamen ini.
Sayang, performa klub-klub Indonesia di Asia jauh panggang dari api. Di laga tandang mereka lesu darah, sementara di laga kandang, mereka kerap keteteran saat harus menghadapi lawan-lawan kuat dari Asia Timur atau Timur Tengah.
Akibatnya, klub-klub jagoan nasional pada masanya macam Persik Kediri, PSM Makassar, Persebaya Surabaya Persipura Jayapura, Arema dan Sriwijaya FC kerap jadi bulan-bulanan.
Kadang, hasil buruk berupa kekalahan telak turut menyertai. Dua kekalahan telak paling terkenal terjadi di tahun 2004 dan 2010.
Pada tahun 2004, Persik Kediri sempat mencatat rekor kekalahan terburuk, saat dihajar 15-0 di markas Seongnam Ilhwa Chunma (Korea Selatan).
Enam tahun berselang, giliran Persipura yang dipaksa menelan pil pahit, setelah dihajar 9-0 oleh tuan rumah Changchun Yatai, dalam terpaan udara dingin Negeri Tirai Bambu.
Jadi, wajar jika klub Indonesia tak pernah lolos dari fase grup LCA. Mereka kerap jadi lumbung gol dan lumbung poin tim lawan di level Asia.
Seiring berjalannya waktu, liga-liga Asia lainnya juga makin berkembang. Tapi, Liga Indonesia tetap begitu-begitu saja, bahkan makin menurun. Akibatnya, kuota penampilan klub Indonesia di LCA makin susut.