Bicara soal Egy Maulana Vikri, kita tentu ingat, seberapa heboh publik sepak bola nasional, saat ia resmi dikontrak Lechia Gdansk tahun 2018 silam. Maklum, Lechia adalah klub kontestan kasta tertinggi Liga Polandia (Ekstraklasa).
Optimisme pun makin kuat, karena pemain asal Medan ini diikat kontrak selama tiga tahun. Ditambah lagi, Ia mengenakan nomor punggung 10.
Masalahnya, progres pemain kidal ini tergolong lambat, bahkan stagnan. Ia lebih sering bermain di tim cadangan Lechia, ketimbang tim utama.
Memang, ia sempat tampil sebagai pemain pengganti di ajang Piala Polandia 2018/2019 dan Piala Super Polandia 2019, yang keduanya dimenangkan Si Hijau Putih. Tapi, catatan tampilnya di tim utama relatif terbatas.
Kalaupun ada, jumlahnya bisa dihitung dengan jari, itupun sebagai pemain pengganti. Selebihnya, pemain jebolan SKO Ragunan ini hanya mendapat kesempatan tampil di laga uji coba.
Di tahun keduanya, situasi kurang lebih sama. Meski masih mengenakan nomor punggung 10, statusnya masih pemain cadangan.
Tentunya, ini agak mengherankan, karena pemain nomor 10 hanya menjadi cadangan. Satu-satunya alasan paling masuk akal adalah, ini merupakan bagian dari "pesan sponsor" kepada Lechia, dalam hal ini PayTren (perusahaan fintech asal Indonesia).
Kebetulan, perusahaan milik Ustad Yusuf Mansyur ini menjadi sponsor Lechia, antara tahun 2018 sampai 30 Juni 2020. Jadi, bukan kejutan jika Egy berganti nomor punggung setelah periode kerjasama ini selesai.
Terbukti, untuk musim 2020/2021, Egy harus bertukar nomor punggung dengan Kaczper Urbanski. Pada bulan Juli lalu, pemain muda Polandia ini mencatat debut tim utama di usia 15 tahun, dengan mengenakan nomor punggung 10.
Egy sendiri kini mengenakan nomor punggung 32, dan menapak tahun terakhir kontraknya, tanpa ada tanda-tanda akan diperpanjang. Dengan demikian, tak sulit untuk menebak, Egy sudah mendekati pintu keluar klub.
Dugaan ini muncul, karena pemain berusia 20 tahun ini ditaksir Gornik Zabrze (klub Ekstraklasa Polandia), Warta Poznan (klub kasta kedua Liga Polandia) dan Slovan Bratislava (klub raksasa Liga Slovakia). Sebuah opsi menarik jika ingin melanjutkan karier di Eropa.
Di antara ketiganya, profil Slovan Bratislava adalah yang paling mentereng. Klub berjuluk Belasi (Si Biru Langit) ini sukses meraih 14 gelar Liga Slovakia dan 16 trofi Piala Slovakia.
Di tingkat benua, mereka juga pernah juara Piala Winners UEFA musim 1968/1969. Pada prosesnya, mereka mengalahkan Barcelona dengan skor 3-2 di final.
Tapi, jika berkaca pada pengalaman pemain kita yang sudah-sudah, tidak menutup kemungkinan, Egy akan bertahan sampai kontraknya habis dan pindah secara gratis.
Maklum, meski taksiran nilai transfernya (menurut Transfermarkt) berada di kisaran 100 ribu euro (sekitar 1.7 miliar rupiah), agak sulit mewujudkan transfer itu dalam kondisi seperti sekarang.
Pilihannya, pulang ke Indonesia, masih berada di Eropa, atau menjajal kemampuan di liga-liga Asia, entah Liga Jepang, Liga Thailand, atau yang lainnya, khususnya liga Asia yang punya kuota pemain asing Asia Tenggara.
Tapi, berhubung situasinya serba tidak menguntungkan, kini Egy harus pintar-pintar memilih klub. Di usianya yang kini sudah 20 tahun, perkembangannya agak terhambat, karena kekurangan menit bermain.
Di sepak bola modern, situasi Egy ini bukan kabar baik. Boleh saja ia ingin bertahan, memperjuangkan tempat di tim utama, seperti yang selama ini rajin dikatakannya.
Tapi, karena stagnasi dan situasi yang belakangan cenderung menurun, Egy perlu lebih realistis. Jangan sampai ia menjadi Syamsir Alam lainnya di sepak bola Indonesia.
Maka, Egy harus memastikan, jika harus pindah, klub tujuannya nanti bisa memberi ruang berkembang dan menit bermain memadai. Jangan sampai ia kembali hanya menjadi "bintang iklan" klub, seperti di klub kota pelabuhan Polandia.
Di sini, Si Kelok Sembilan bisa memanfaatkan koneksi luas Dusan Bogdanovic, agennya, yang punya koneksi bagus, khususnya di Eropa Timur. Kebetulan, agen pemain asal Serbia ini juga berkontribusi dalam transfer Witan Sulaeman ke Radnik Surdulica (Serbia).
Akan lebih baik baginya, untuk masih bertahan di Eropa, apalagi dengan kondisi liga Indonesia yang masih serba tidak menentu. Tak harus klub kasta tertinggi, yang penting bisa bermain reguler di tim utama, tentunya dengan tetap serius berlatih.
Selebihnya, mari kita tunggu, kemana eks pemain Timnas U-19 ini berlabuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H