Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kok Bisa?

12 Agustus 2020   16:43 Diperbarui: 12 Agustus 2020   17:02 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas, adalah pertanyaan yang mungkin muncul, di benak sebagian besar masyarakat Indonesia. Penyebabnya, nama politikus Fahri Hamzah dan Fadli Zon sama-sama masuk dalam daftar nama penerima Bintang Mahaputera Nararya, bintang penghargaan sipil tertinggi di negara ini.

Jika melihat sepak terjang duet mantan aktivis 98 ini, tentu banyak yang akan mengernyitkan dahi. Memang, mereka adalah salah satu pentolan pergerakan mahasiswa di masa reformasi, tapi saat akhirnya benar-benar jadi politisi nasional, mereka sangat lekat dengan kegaduhan dibanding prestasi positif.

Maka, wajar jika ada kegaduhan di masyarakat, karena dua sosok ini akan mendapat bintang penghargaan sipil tertinggi di negara ini. Yang benar saja, apa negeri ini sudah kekurangan figur kompeten, sehingga mereka dimasukkan dalam nominasi? Entahlah.

Satu-satunya yang bisa dimengerti, selain peran Fahri Hamzah dan Fadli Zon di masa reformasi, hanyalah posisi mereka sebagai oposan. Sebelumnya, pemerintah juga merangkul oposisi, dengan merangkul Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan, tapi ini bisa dimaklumi karena Prabowo memang berlatar belakang militer, bidang yang memang berkaitan erat dengan urusan pertahanan negara.

Yang jelas, penghargaan untuk Fahri Hamzah dan Fadli Zon ini menjadi cara kurang elok merangkul oposan. Jika parameter penilaiannya adalah konsistensi dalam memberi kritik kepada pemerintah, duet maut ini memang juara. Andai ini penghargaan lomba mengkritik pemerintah, mereka layak menerima.

Masalahnya, kritik yang mereka berikan, kebanyakan tidak bersifat konstruktif. Selain karena cenderung bersifat tendensius, kritik mereka kerap menghasilkan pertentangan dan kegaduhan di masyarakat. Apanya yang bagus dari ini?

Jika pemerintah bermaksud memberi "hiburan" buat rakyat di masa pandemi seperti sekarang, maka ini tidak pantas. Di saat negara berada dalam ancaman resesi ekonomi dan Pandemi Corona, tidak seharusnya pemerintah membuat dagelan seperti ini.

Masih banyak tokoh lain yang lebih layak dan berhak mendapatkannya. Jika pegiat HAM macam Munir atau Wiji Thukul dianggap masih terlalu sensitif, pemerintah bisa memberikan penghargaan ini kepada para legiun veteran, atau kepada para pahlawan pejuang yang belum sempat diapresiasi, kebetulan momennya sedang pas.

Tanggal 17 Agustus mendatang negara kita akan berulang tahun ke 75. Pada momen ini, para legiun veteran biasa mendapat sorotan. 

Selebihnya, mereka hidup dalam keprihatinan di usia sepuh. Merekalah yang seharusnya diapresiasi negara, karena sudah berjuang tanpa pamrih melawan penjajah, tapi kerap terlupakan begitu saja.

Meski ini adalah hak prerogatif pemerintah, akan jadi perseden buruk jika ini dijadikan sebagai satu kebiasaan. Orang justru akan berlomba-lomba membuat kegaduhan, supaya bisa mendapat perhatian luas, mendapat sorotan, lalu menerima penghargaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun