Bicara soal Tim Nasional di sepak bola, setiap tim tentu punya cerita sendiri-sendiri. Ada yang masih berjaya di level atas, ada yang hanya tinggal nama, karena negara induknya bubar (misal Yugoslavia), ada juga yang masih berjuang melawan keterpurukan.
Tapi jika harus menyebutkan tim dengan perjalanan paling unik, maka tim tersebut adalah Timnas Israel. Disebut unik, karena perjalanan mereka penuh liku, baik dalam hal naik-turun prestasi dan hal nonteknis, yang umumnya dipicu hal-hal diluar sepak bola, khususnya politik.
Memang, sejak merdeka tahun 1948, Israel memang punya hubungan kurang harmonis dengan tetangga-tetangganya di Timur Tengah. Ekses dari ketegangan ini antara lain muncul, dalam Pertempuran Lima Hari (1967), yang secara luar biasa mampu dimenangkan oleh Israel.
Tak hanya itu, sejumlah negara, terutama yang berpenduduk mayoritas muslim, di dunia, juga enggan mengakui kedaulatan negara satu ini, sebagai bentuk solidaritas kepada Palestina. Seperti diketahui, Palestina masih berada dalam pendudukan Israel hingga sekarang.
Salah satu momen "penolakan" ini pernah terjadi di lapangan hijau, tepatnya pada babak kualifikasi Piala Dunia 1958 zona Asia-Afrika. Kala itu, Turki, Mesir, Indonesia, dan Sudan kompak menolak bertanding melawan Israel. Otomatis, Israel melaju ke babak akhir kualifikasi.
Tapi, Belgia yang sedianya akan menjadi lawan dalam babak play-off antar benua juga menolak bertanding. Alhasil, Wales yang tadinya tidak lolos ke babak play-off, justru ketiban durian runtuh.
Wales sendiri akhirnya lolos ke putaran final Piala Dunia 1958, setelah menang agregat 4-0. Di turnamen ini, The Dragons melaju sampai perempatfinal, sebelum kalah 0-1 atas Brasil lewat gol tunggal Pele. Inilah penampilan tunggal Wales di Piala Dunia hingga kini.
Meski begitu, kiprah Timnas Israel sebenarnya tergolong cukup sukses, khususnya saat menjadi anggota AFC (Konfederasi Sepak bola Asia), selama kurun waktu 1954-1974. Prestasi bagus sempat mereka raih, baik di tingkat benua maupun dunia.
Di ajang Piala Asia, Tim Biru Putih mampu 2 kali menjadi runner-up (1956 dan 1960, keduanya kalah dari Korea Selatan), 1 kali menjadi juara ketiga (1968) dan satu kali menjadi juara (1964) saat menjadi tuan rumah. Di keempat edisi ini, Piala Asia masih berformat setengah kompetisi.
Di level junior (kini Piala Asia U-19) Israel sempat meraih 6 trofi , yakni pada edisi 1964, 1965, 1966, 1967, 1971, dan 1972 Bedanya, pada edisi 1965 dan 1967, Israel keluar sebagai juara setelah menang 5-0, masing-masing atas Myanmar dan Indonesia, sementara dua kesempatan lainnya merupakan trofi juara bersama setelah bermain imbang dengan Myanmar di final.
Dua trofi juara lainnya dimenangkan Israel di edisi 1971 dan 1972. Kali ini, Korea Selatan dua kali dikalahkan dengan skor identik 1-0. Israel juga sempat menembus empat besar di edisi 1968 dan 1969.