Ini menjadi sebuah ironi, karena dalam kondisi normal, mereka terlihat begitu "wow". Ada ibadah full konser dengan atmosfer gegap gempita. Ini menjadi satu kebanggaan, yang kadang terlihat "kurang baik" karena tampak terlalu berlebihan.
Di kalangan lintas agama, fenomena ini kadang menghasilkan stereotip kurang baik. Sangat disayangkan, karena fenomena yang dilakukan segelintir oknum, bisa membuat semua kena getahnya.
Tanpa disadari, kebanggaan ini menjelma menjadi sebuah kebanggaan kosong, karena esensi ibadahnya justru diabaikan. Saat kebanggaan itu hilang, kebingunganlah yang datang.
Saat pandemi Corona datang dan memaksa kegiatan beribadah di gereja vakum sejenak, rasanya ini menjadi saat yang tepat, untuk melihat lagi semuanya dengan jelas. Hal ini tidak hanya berlaku bagi warga gereja secara personal, tapi bagi gereja sebagai sebuah institusi, dan Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) sebagai sebuah wadah kesatuan.
Ini penting karena jika semuanya bisa dievaluasi dan dibenahi sampai tuntas, gereja akan dapat berperan sebagaimana mestinya, dan segala peluang atau bentuk penyimpangan akan dapat dicegah sejak awal. Selebihnya, tinggal bagaimana momen vakum saat pandemi Corona ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H