Dulu mereka terlupakan
Meski mereka selalu sama
Tembok menatap dingin dalam tegap
Jendela menatap tajam dalam diam
Hiruk pikuk mereka dengar
Lalu lalang mereka lihat
Ingar bingar mereka rasa
Meski manusialah yang jadi pusat
Tapi semua kini berbeda
Manusia terdiam karena wabah
Hiruk pikuk lalu lalang ingar bingar
Semua pergi entah kemana
Dalam diam mereka jadi teman
Bukan teman sembarang teman
Tembok jadi telinganya
Jendela jadi matanya
Dari tembok aku mendengar
Celoteh riang para bocah
Lagu kasak kusuk tanpa nada
Nyanyian cemas tanpa irama
Dari jendela aku melihat
Ledakan amarah tanpa daya
Kebebasan dalam pasungan
Kebebalan berbaju kecerdasan
Semua kulihat dan kudengar
Tanpa ada sensor berlebihan
Tanpa ada pemelintiran
Tanpa ada keberpihakan
Tembok jendela memberi kenangan
Tanpa gelombang rayuan gombal
Tak pernah bilang-bilang sayang
Tak pernah hilang tanpa bayang
Mereka bernyanyi tanpa kata
Mereka berpuisi tanpa rima
Mereka kaya tanpa harta
Karena mereka apa adanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H