Tim Tango generasi Mario Kempes dkk mampu menjadi satu tim yang padu, di bawah arahan Cesar Luis Menotti, pelatih nyentrik asal Rosario, yang kini menjadi Direktur Teknik Timnas Argentina.Â
Pada prosesnya, Menotti sempat membuat keputusan kurang populer, dengan tak menyertakan Diego Maradona, yang kala itu masih remaja.
Tapi, meski menampilkan permainan cantik sepanjang turnamen dan meraih gelar juara, tim asuhan Menotti ini hanya diingat sebagai "tim juara dunia".Â
Para pemain yang bersinar pun tak dijadikan "benchmark" untuk pemain generasi selanjutnya. Tak heran, hingga kini tak ada pemain muda berbakat asal Argentina, yang punya embel-embel "The Next Mario Kempes" atau "The Next Daniel Passarella".
Kalaupun ada warisan istimewa dari tim ini, warisan itu adalah permainan cantik ala Menotti. Pendekatan ini menjadi penyeimbang dari paham pragmatis-defensif, yang sebelumnya sempat dipopulerkan, antara lain oleh Helenio Herrera, Argentino yang sukses besar saat membesut Inter Milan di era 1960-an.
Apalagi, Piala Dunia 1978 kala itu memang coba dimanfaatkan oleh Junta Militer Argentina, yang dipimpin Jenderal Jorge Rafael Videla, sebagai ajang publisitas global, dengan pesan: "Argentina baik-baik saja". Sebuah politisasi terang-terangan.
Kebetulan, pemerintahan Videla kala itu banyak dihinggapi tuduhan, terkait masalah dugaan pelanggan HAM. Bahkan, sepanjang turnamen, ada ban hitam yang dipasang di tiang gawang, sebagai bentuk protes simbolis kepada Videla dan kolega.
Perlakuan sebaliknya, justru diterima Tim Tango generasi 1986. Di bawah arahan Carlos Bilardo, dengan Diego Maradona sebagai kapten tim, gaya main Tim Tango cenderung lebih pragmatis. Rumusnya pun sederhana: serahkan bola kepada Maradona, dan biarkan dia menuntaskan semuanya.
Alhasil, Timnas Argentina-nya Bilardo, kala itu terlihat seperti tim yang terdiri dari Diego Maradona dan sepuluh pemain lainnya. Tapi, kebintangan El Diego yang kala itu bersinar terang, terbukti mampu mengantarkan Tim Tango berjaya di Meksiko, dengan gol "Tangan Tuhan" dan "gol cumlaude" Maradona ke gawang Inggris di babak perempat final, sebagai highlight utama.