Bicara soal tim nasional yang cukup sukses, Timnas Argentina tentu tak bisa dicoret dari daftar. Seperti diketahui, Tim Tango menjadi satu dari tiga tim nasional di dunia, yang pernah meraih trofi Piala Dunia, Copa America (tingkat benua), Piala Konfederasi, dan medali emas Olimpiade. Selain Argentina, hanya Brasil dan Jerman yang punya catatan serupa.
Sebagai informasi, sebelum reunifikasi Jerman akhir tahun 1990, Jerman Timur sempat meraih medali emas Olimpiade 1976. Sementara itu, Jerman Barat sempat meraih 2 trofi Piala Eropa (1972 dan 1980) plus tiga trofi Piala Dunia (1954, 1974, dan 1990).
Setelah Jerman bersatu, deretan trofi juara ini bertambah, dengan masing-masing meraih satu trofi Piala Eropa (1996), satu trofi Piala Dunia (2014), dan satu trofi Piala Konfederasi (2017). Capaian ini bisa saja bertambah, andai Tim Panser tak kalah adu penalti dari Brasil, di final Olimpiade Rio de Janeiro tahun 2016.
Tapi, diantara ketiga tim ini, ada satu gambaran unik, yang menjadi ciri khas masing-masing, terutama pada generasi timnas yang meraih juara dunia.
Generasi juara Timnas Brasil punya tiga generasi istimewa, yang secara total meraih lima trofi Piala Dunia, plus satu kali menjadi finalis, dengan Pele, Romario dan Ronaldo sebagai bintang utama tim.Â
Di era kiwari, posisi sebagai bintang utama tim disandang Neymar, pemain nomor 10 yang sejauh ini sudah meraih trofi Piala Konfederasi (2013) dan medali emas Olimpiade Rio de Janeiro (2016). Sayang, saat Tim Samba meraih trofi Copa America 2019 di Brasil, Neymar absen karena cedera jelang dimulainya turnamen.
Sementara itu, Jerman dikenal sebagai "tim spesialis turnamen" sekaligus spesialis "pematah hati", karena mampu mengalahkan tim-tim yang menjadi "public darling" di final Piala Dunia, yakni Tim Mighty Magyars Hongaria (1954, dengan Ferenc Puskas sebagai bintang utama tim), Tim Total Football Belanda (1974, dikapteni Johan Cruyff), dan dua kali mengalahkan Tim Tango, yang sama-sama dikapteni pemain kidal berposisi "nomor 10" di generasinya, yakni Diego Maradona (1990) dan Lionel Messi (2014).
Diantara ketiga timnas bertrofi juara "lengkap" ini, ada sebuah paradoks di Timnas Argentina, terutama dalam hal memandang dua tim generasi juara Piala Dunia mereka. Generasi pertama, adalah tim juara dunia 1978, sementara generasi kedua adalah tim juara dunia 1986.
Dari kedua generasi ini, memang ada perbedaan mendasar. Generasi pertama banyak mengedepankan permainan cantik, dengan menampilkan sejumlah pemain berkualitas di posisinya, yang bisa begitu padu sebagai sebuah tim.
Di bawah mistar, ada Ubaldo Matildo Fillol (kini menjadi tim pelatih kiper di klub River Plate). Di lini belakang, ada Daniel Passarella, libero sekaligus kapten tim.Â
Di tengah, ada Osvaldo Ardilles yang menopang Mario Kempes, ujung tombak tim yang di akhir turnamen meraih Sepatu Emas (pencetak gol terbanyak) dan Bola Emas (Pemain Terbaik Turnamen), berkat enam gol yang dicetaknya, termasuk dwigol ke gawang Belanda di final.