Naif, itulah satu kata yang kiranya pas, untuk menggambarkan secara sederhana, bagaimana performa Manchester City saat dibekuk tuan rumah Tottenham Hotspur 0-2, Minggu (2/2). Hasil ini membuat perolehan poin sang juara bertahan liga Inggris masih tertahan di angka 51.
Alhasil, Sergio Aguero cs kini tertinggal 22 poin atas Liverpool, sang pemuncak klasemen sementara Liga Inggris. Sehari sebelumnya, Liverpool sukses menggasak Southampton dengan skor 4-0 di Anfield. Sementara itu, kemenangan ini membawa Spurs duduk di posisi 5 dengan nilai 37, terpaut 4 poin dari Chelsea di posisi 4, batas akhir zona Liga Champions.
Jika melihat kembali jalannya pertandingan, kesan "naif" dari penampilan tim asuhan Pep Guardiola ini terlihat dari dominasi mereka sepanjang pertandingan. Tercatat, City mampu memegang 68% penguasaan bola, dan hanya membiarkan tim asuhan Jose Mourinho memegang 32% penguasaan bola.
Tak cukup sampai di situ, Kevin De Bruyne cs juga membuat total 18 tembakan ke gawang Hugo Lloris. Alhasil, sang kapten Timnas Prancis dibuat sibuk mengatur benteng pertahanan Spurs menghadapi kepungan konstan City sepanjang laga.
Dominasi City membuat Ederson terlihat tak sesibuk Lloris. Sang Brasileiro hanya menghadapi total tiga tembakan dalam laga ini. Jomplang? Tentu saja! Inilah gambaran umum dari bagaimana jalannya pertarungan taktik, antara Pep yang mengejar dominasi penuh versus Mourinho yang pragmatis.
Untunglah, catatan statistik bukan penentu kemenangan satu-satunya, tapi jumlah gol yang dicetak tiap tim. Dari parameter ini, dan pendekatan bermain kedua tim, kita akan menemukan ketimpangan lain: Gawang Spurs steril dari kebobolan, meski dikepung total, sementara City kebobolan dua kali, lewat skema serangan balik cepat lewat aksi Steven Bergwijn dan Son Heung Min di babak kedua.
Di sini, kita melihat betapa naif City dalam memaksimalkan dominasi mereka. Bukannya fokus mengejar gol, City malah menampilkan pertunjukan "seni membuang peluang", karena tak ada satupun gol tercipta dari semua peluang yang tercipta, termasuk saat eksekusi penalti Ilkay Gundogan digagalkan Hugo Lloris.
Tak cukup sampai disitu, City harus rela mendapati Oleksandr Zinchenko dikartu merah wasit, setelah mendapat dua kartu kuning. Alhasil, dominasi secara statistik yang ditampilkan pasukan Pep Guardiola hanyalah wujud sebuah kebingungan. Mereka memang masih pegang kendali, tapi tak tahu cara membongkar pertahanan Spurs.
Sebaliknya, momen ini dimanfaatkan Spurs dengan baik. Cukup sesekali melancarkan serangan balik cepat, yang mampu menghasilkan "pukulan mematikan", sekaligus mengunci kemenangan. Inilah pembeda paling menentukan dalam pertandingan kali ini. City yang mendominasi sukses dibuat frustasi Spurs yang memang tak membuang-buang peluang.
Kekalahan City, ditambah dengan kian lebarnya jarak poin dengan Liverpool, seharusnya bisa menjadi satu "alarm bangun tidur" buat Pep, untuk setidaknya membuat sentuhan akhir City kembali bergigi, supaya City bisa tampil baik di sisa musim, dan memenangkan gelar yang mungkin bisa diraih.
Di sisi lain, kemenangan Spurs kali ini menjadi bukti aktual, strategi "parkir bus" ala Mourinho masih ampuh dan tak boleh diremehkan begitu saja. Menariknya, lewat strategi "parkir bus" nya, Mourinho kembali mengingatkan kita, dominasi dan permainan cantik tak akan berguna, jika hasil akhir berkata lain.