"Winning Ugly", atau "menang dengan cara kurang meyakinkan". Begitulah kira-kira kesimpulan sederhana dari kemenangan 2-1 Liverpool atas tuan rumah Fulham di Stadion Craven Cottage, London, Minggu, (17/3) lalu. Kemenangan ini terkesan kurang meyakinkan, karena lawan mereka kali ini adalah tim penghuni zona merah. Di sini, terlihat seberapa berat tekanan mental yang ditanggung Liverpool.
Memang, Liverpool mengawali laga dengan meyakinkan. Bahkan, mereka sukses unggul 1-0 di menit ke 26, setelah Sadio Mane mampu mencetak gol, lewat proses kerjasama satu-dua nan cantik dengan Roberto Firmino. Gol ke 11 Mane di 11 laga terakhir ini sempat membuat Liverpool kian bersemangat mencari gol tambahan. Tapi, soliditas lini belakang Fulham membuat gol tambahan urung tercipta.
Situasi justru sempat menjadi runyam di babak kedua, karena Fulham yang coba keluar menyerang sukses membuat gol penyeimbang lewat aksi Ryan Babel di menit ke 74. Gol ini tercipta berkat kejelian Babel dalam memanfaatkan miskomunikasi antara Virgil Van Dijk dan Alisson. Tapi, gol ini tak dirayakan Babel, sebagai bentuk respeknya kepada Liverpool. Seperti diketahui, Babel (32) pernah berseragam Liverpool pada tahun 2007-2011.
Sebelum gol Babel tercipta, Liverpool masih berusaha mencari gol tambahan, tapi masih mengalami kebuntuan.
Setelah skor kembali imbang, kepercayaan diri Fulham sempat naik. Sementara itu Liverpool kian intens mengurung pertahanan Fulham, demi mencetak gol kedua. Di sini, pertandingan yang tadinya cenderung datar terasa lebih hidup.
Dan, usaha keras Liverpool pun berbuah manis. Dalam situasi kemelut di kotak terlarang Fulham, kiper Sergio Rico kedapatan menjatuhkan Sadio Mane. Apa boleh buat, wasit terpaksa menunjuk titik putih. Hadiah penalti ini sukses dieksekusi James Milner dengan baik. Skor 2-1 untuk kemenangan Liverpool pun bertahan hingga laga usai.
Tambahan tiga poin ini sukses membuat Liverpool mengkudeta sejenak posisi puncak klasemen sementara Liga Inggris dari Manchester City. City sendiri baru saja lolos ke babak semifinal Piala FA di hari yang sama, setelah mengalahkan Swansea City 3-2. Tapi, mereka bisa kembali ke posisi puncak, jika mampu memenangkan Derby Manchester, dalam laga tunda bulan April mendatang.
Jika hanya melihat hasil akhirnya, Liverpool memang sukses memenuhi target. Tapi, jika  pendekatan bermain mereka masih terlalu pragmatis seperti ini, resiko mereka kehilangan poin penuh masih cukup tinggi. Karena, tim lawan akan berusaha membendung daya dobrak lini serang Liverpool, sebelum akhirnya memukul  balik lewat serangan balik mematikan.
Di sinilah kemampuan Liverpool dalam "membunuh pertandingan" lebih awal dibutuhkan, karena, mereka sedang bersaing dengan Manchester City-nya Pep Guardiola, tim yang begitu perfeksionis. Jangan lupa, Liverpool juga masih bertarung di ajang Liga Champions Eropa. Jika mereka mampu konsisten meraih kemenangan, mungkin musim ini akan  terasa menggembirakan, bukan getir, untuk diingat Liverpool dan Kopites.
Mampukah Liverpool mewujudkannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H