Kalah kelas. Begitulah kira-kira gambaran sederhana dari penampilan Timnas U-19, saat kalah 0-2 dari Jepang, di perempatfinal Piala Asia U-19, Minggu, (28/10). Meski sudah berusaha sebaik mungkin, kekalahan tetap tak terhindarkan.
Di laga ini, strategi kejutan pelatih Indra Sjafri, yang menerapkan formasi 5-3-2, gagal meredam agresivitas pemain Jepang, yang dimotori oleh Takefusa Kubo, pemain jebolan akademi La Masia milik Barcelona. Selain itu, tidak fitnya kondisi Egy Maulana Vikri dan Todd Rivaldo Ferre, membuat opsi pergantian pemain Timnas U-19 menjadi terbatas. Egy hanya bisa duduk manis di bangku cadangan, sementara Rivaldo baru diturunkan kurang dari setengah jam sebelum laga berakhir.
Karena, Jepang, yang notabene merupakan tim juara bertahan Piala Asia U-19, bermain dengan sangat terorganisir, baik saat menyerang maupun bertahan. Alhasil, mimpi Timnas U-19 untuk lolos ke Piala Dunia U-20, seperti target prestasi yang dibidik PSSI, pun harus kembali tertunda.
Meski mengecewakan, capaian Garuda Nusantara di turnamen ini tetap layak diapresiasi. Karena, Witan Sulaeman dkk sudah tampil cukup baik, dengan menunjukkan ketangguhan mental yang luar biasa, untuk ukuran pemain seusianya. Sekadar informasi, capaian Timnas U-19 di turnamen kali ini adalah yang pertama kalinya sejak 1978. Jadi, ini adalah satu capaian positif, di tengah keringnya prestasi sepak bola nasional.
Tapi, setelah kekalahan ini, PSSI dan Timnas U-19 harus segera move on, sambil mulai berbenah. Mereka tak boleh terus menghibur diri, dengan terus mengatakan, "kita tak jauh tertinggal dari tim raksasa Asia". Karena, masih ada banyak hal yang harus diperbaiki, termasuk sistem pembinaan pemain muda di sepak bola nasional, yang sampai saat ini masih belum digarap secara serius.
Jangan lupa, setelah Piala Asia U-19 usai, sebagian besar pemain Timnas U-19 saat ini, akan segera naik ke level usia berikutnya. Jadi, Timnas U-19 harus bersiap mulai lagi dari awal, dalam hal membangun kerangka tim.
Melihat situasi dan kondisinya, seharusnya Indra Sjafri tetap layak dipertahankan sebagai pelatih Timnas U-19, dan diberi kebebasan penuh untuk menjaring pemain muda berbakat. Karena, ia sudah terbukti dan teruji dalam hal ini.
Hanya saja, setelah ini, Indra Sjafri perlu lebih difasilitasi, untuk dapat melakukan scouting di wilayah Indonesia bagian Timur. Siapa tahu, ia bisa kembali menemukan pemain berbakat seperti Todd Rivaldo Ferre di Timnas U-19 generasi saat ini, atau Yabes Roni Malaifani di Timnas U-19 generasi sebelumnya.
Secara tim, capaian Egy Maulana Vikri dkk di Piala Asia U-19, sudah melampaui capaian Timnas U-19 generasi sebelumnya, yang dikapteni Evan Dimas Darmono. Tentunya, ini menjadi sinyal positif, bagi Timnas U-23 Indonesia di masa depan. Karena, kerangka Tim Garuda Muda akan diisi pemain, yang punya capaian prestasi lebih tinggi dari sebelumnya. Apalagi, kemampuan mereka masih bisa lebih berkembang di masa depan. Sebuah prospek yang cukup menjanjikan.
Selebihnya, kekalahan Timnas U-19 kali ini, seharusnya tak perlu dianggap sebagai sebuah kegagalan. Â Lagipula, dalam konteks kompetisi pemain usia muda, mencapai prestasi tinggi adalah bonus, yang utama adalah mendapat pengalaman bertanding sebanyak mungkin. Karena, sebuah generasi pemain akan dianggap gagal, jika mereka gagal berprestasi di level senior, setinggi apapun prestasi mereka di level junior.
Tetap semangat, Garuda Nusantara!