Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menyikapi Kekalahan Timnas U-16

2 Oktober 2018   11:14 Diperbarui: 2 Oktober 2018   11:25 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unggul lebih dulu sebelum akhirnya tumbang. Itulah gambaran sederhana, dari penampilan Timnas U-16 saat kalah 2-3 dari Australia, di babak perempatfinal Piala Asia U-16, Senin, (1/10). Kekalahan ini, sekaligus memastikan Sutan Zico dkk gagal lolos ke Piala Dunia U-17 tahun depan. Tapi, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kekalahan ini.

Pertama, kita perlu belajar, untuk lebih objektif, dalam mendukung Tim Garuda. Dengan usia mereka yang masih sangat muda, mereka belum layak untuk dibebani harapan besar. Karena, mereka belum "jadi" sebagai pesepakbola.

Oke, publik bisa saja beralasan, "kami rindu prestasi". Tapi, bukan berarti mereka bisa seenaknya menaruh harapan kepada Timnas Junior kita. Karena, ini tak ubahnya membiarkan anak SD belajar mengemudi mobil atau motor di jalan raya. Bukannya memacu, harapan besar ini malah bisa merusak perkembangan mereka sebagai pesepakbola. Beban ini seharusnya dipikul timnas Indonesia senior.

Kedua, kekalahan ini bisa menjadi satu pelajaran berharga buat kita, untuk tidak mudah jumawa, atas apapun prestasi yang didapat Tim Garuda (di level usia berapapun). Karena, sikap ini akan menjadi bumerang. Untuk kasus ini, Timnas U-16 adalah contoh aktual.

Tentunya kita semua ingat, seberapa besar rasa bangga publik, saat Bagus Kahfi dkk juara Piala AFF U-16, plus juara turnamen invitasi di Vietnam dan Jepang. Saking bangganya, mereka pun dijuluki Garuda Asia. Padahal, mereka masih belum benar-benar mencapai level itu. Terbukti, mereka akhirnya harus angkat koper di perempatfinal Piala Asia U-16, dan terbukti belum layak disebut Garuda Asia, karena mereka belum mampu menaklukkan level Asia di turnamen sesungguhnya. Pastinya, kita tak boleh mengulang kebiasaan buruk ini di masa depan.

Ketiga, kita perlu mengubah cara pandang kita, mengenai timnas usia muda. Seperti diketahui, berapapun kelompok umurnya, harapan publik akan gelar juara selalu sama besar. Padahal, esensi pembinaan pemain muda bukan dilihat dari jumlah trofi yang didapat, tapi dari seberapa jauh mereka berkembang di masa depan, dan seberapa banyak jumlah pemain yang naik tingkat ke level usia berikutnya.

Jika melihat dari sisi trofi saja, mungkin capaian Timnas U-16 ini adalah sebuah kegagalan. Tapi, jika melihat dari sisi prestasi secara umum, ini adalah satu kemajuan. Karena, untuk pertama kalinya sejak tahun 1990, Timnas U-16 mampu lolos dari fase grup Piala Asia U-16. Sebuah kemajuan kan?

Praktis, untuk saat ini, kita hanya perlu berharap, PSSI (dalam hal ini ketua umum dan Exco PSSI) tetap mempertahankan posisi Fachri Husaini di kursi pelatih, dan mulai memproyeksikan Bagus Kahfi dkk ke level usia berikutnya. Untuk pencarian bakat dan melatih timnas U-16, Fachri Husaini masih layak dipertahankan, karena kemampuannya sudah terbukti.

Selebihnya, kita tinggal menunggu dan melihat bersama, apakah generasi pemain timnas U-16 kali ini mampu naik ke timnas senior di masa depan atau tidak. Jika mampu, ini akan menjadi kesuksesan, tapi jika tidak, maka mereka adalah "generasi gagal" berikutnya di sepak bola nasional.

Tetap semangat, Garuda Muda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun