Sang Penari, itulah julukan yang kiranya pas, untuk disematkan pada Daniel Sturridge, penyerang Liverpool, merujuk pada selebrasi tarian "wacky dip" (tarian khas Jamaika), yang biasa ia peragakan, tiap kali sukses mencetak gol. Selain itu, penyerang Inggris keturunan Jamaika ini, juga dikenal punya kecepatan lari dan dribel cukup baik, meski kadang agak egois.
Ia memang sempat bersinar di tahun-tahun awal bersama Liverpool, dengan membentuk duet maut "SAS" bersama Luis Suarez. Bersama penyerang asal Uruguay itu, Sturridge seperti mendapat rekan sehati, dan kemampuannya pun berkembang pesat. Padahal, sebelumnya ia hanya menjadi pemain spesialis cadangan di Chelsea (klub Sturridge sebelumnya). Tak heran, saat Suarez dilepas ke Barcelona, tak lama setelah Piala Dunia 2014 lalu, Liverpool masih percaya diri. Karena, mereka masih punya Sturridge yang kemampuannya sudah berkembang pesat.
Sayangnya, setelah Suarez pergi, Sturridge seperti mendapat kesialan beruntun. Alih-alih mencetak banyak gol, ia malah akrab dengan cedera kambuhan. Akibatnya, ketajaman lini depan Liverpool berkurang drastis, dan Sturridge mendapat cap sebagai "pemain rentan cedera".
Situasi ini, mau tak mau membuat Sturridge akrab dengan bangku cadangan Liverpool. Tak cukup sampai disitu, ia harus mendapati dirinya tak masuk dalam rencana pelatih Jurgen Klopp. Terbukti, pada paruh kedua musim 2017/2018 lalu, ia sempat dipinjamkan ke West Brom.
Sialnya, kiprah Sturridge di West Brom juga tak menggembirakan. Karena, ia sempat absen cukup lama akibat cedera. Akibatnya, Sturridge santer dikabarkan akan segera pergi dari Stadion Anfield, di bursa transfer musim panas lalu. Sinyal itu menguat, karena kontrak Sturridge akan kadaluarsa tahun 2019, dan belum ada tanda-tanda akan segera diperpanjang. Tapi, rumor itu terbukti palsu, karena Sturridge nyatanya masih bertahan di Liverpool.
Bahkan, memasuki musim 2018/2019 ini, Sturridge seperti mendapat "kesempatan kedua" di Liverpool, dengan dirinya mulai mendapat peran kunci, dalam rancangan taktik Klopp. Tapi, berbeda dengan dulu, Sturridge kini lebih banyak dipercaya Klopp sebagai pemain spesialis pengganti. Agaknya, Klopp kini mulai menemukan peran yang pas, untuk mengakomodasi kemampuan dan kerentanan cedera Sturridge secara bersamaan.
Seiring berjalannya waktu, ternyata Sturridge mampu menjelma menjadi "senjata rahasia" di lini depan Liverpool, terutama saat ketajaman trio Firmino-Mane-Salah mampu diredam lawan. Terbukti, meski menit bermainnya relatif terbatas, Sturridge tetap mampu mencetak gol krusial buat Liverpool, seperti yang dilakukannya saat bersua PSG (menang 3-2), dan Chelsea (imbang 1-1). Boleh dibilang, Sturridge kini mulai menikmati peran barunya sebagai "supersub" di Liverpool, dengan dirinya kembali bersinar.
Menariknya, apa yang ditampilkan Sturridge belakangan ini, menjadi satu elemen baru, dalam rancangan taktik Klopp di Liverpool, yakni "rencana B". Sebelumnya, elemen taktik ini seperti menjadi hal tabu bagi Klopp, yang begitu mengandalkan trio Firmino-Mane-Salah. Tapi, tragedi cederanya Mohamed Salah di final Liga Champions musim lalu, agaknya mengubah pandangan Klopp, dengan dirinya mulai melibatkan Sturridge.
Di sisi lain, munculnya Sturridge sebagai "super sub" Liverpool membuktikan, sekecil apapun peran seorang pemain dalam sebuah tim, ia tetap dapat memberi kontribusi positif. Dengan catatan, peran itu dapat mengakomodasi kemampuan sang pemain dan kebutuhan tim dengan sama baiknya.
Menarik ditunggu, bagaimana kelanjutan kiprah Sturridge, sebagai senjata rahasia baru Liverpool.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H