Luis Milla bertahan. Itulah keputusan yang diambil PSSI bersama Exco PSSI, Selasa, (28/8). Keputusan ini adalah tindak lanjut dari evaluasi kinerja Luis Milla di timnas Indonesia, dengan mempertimbangkan suara masyarakat, yang kebanyakan mendesak PSSI untuk mempertahankan Milla sebagai pelatih timnas. Meski belum mampu mempersembahkan  trofi, Milla terbukti mampu membangun sebuah tim dengan konsep permainan yang rapi, plus daya juang cukup kuat.
Awalnya, kelanjutan masa depan Milla sempat diragukan, setelah timnas Indonesia tersingkir di perdelapanfinal Asian Games 2018, usai kalah adu penalti 4-3 (2-2) dari Uni Emirat Arab.
Tapi, bertahannya Milla membuat semua keraguan itu hilang. Alhasil, kontrak Milla, yang sedianya berakhir setelah Asian Games 2018 diperpanjang PSSI hingga setahun ke depan. Tentunya, ini menjadi satu kabar bagus buat timnas Indonesia, yang pada bulan November mendatang akan bertarung di ajang Piala AFF 2018.
Dari sisi teknis, bertahannya Milla adalah satu keuntungan. Karena, eks pemain Barcelona dan Real Madrid ini sudah bekerja cukup keras membangun kerangka tim dari nol. Dengan tim yang ada saat ini, Milla hanya perlu memperkuat kekompakan tim, dan melakukan sedikit modifikasi, untuk menghadapi Piala AFF 2018. Sederhananya, Milla hanya perlu melanjutkan apa yang sejauh ini sudah ia bangun di Tim Garuda.
Selain menangani Stefano Lilipaly dkk di timnas senior, Milla juga diberi tugas menangani timnas U-22 untuk menghadapi SEA Games 2019 di Manila. Perhelatan multievent Asia Tenggara ini, menjadi satu tantangan dengan misi ganda buat Milla. Karena, selain ditarget PSSI meraih medali emas, Milla harus membangun tim baru untuk SEA Games 2019.
Seperti diketahui, pada tahun depan, pemain-pemain seperti Hargianto, Evan Dimas dan Hansamu Yama sudah berusia di atas 23 tahun, melewati batas maksimal usia pemain untuk ajang SEA Games.Â
Jadi, Milla harus mulai "mempromosikan" para pemain Timnas U-19 generasi saat ini, seperti Egy Maulana Vikri, dan Todd Rivaldo Ferre, ke timnas level usia berikutnya, sebagai langkah regenerasi. Atau, Milla bisa juga "blusukan" memantau langsung pemain muda potensial di Liga Indonesia, yang mungkin layak masuk timnas.
Untuk masalah membangun tim, pekerjaan Milla mungkin tak seberat saat ia pertama kali datang ke Indonesia. Karena, ia masih punya beberapa pemain alumnus SEA Games 2017, yang masih bisa kembali bermain di SEA Games tahun depan, seperti Satria Tama, Saddil Ramdani, Osvaldo Haay, dan Marinus Wanewar. Jadi, ia tak perlu membangun tim dari nol.
Selebihnya, kita hanya tinggal percaya penuh padanya. Karena, Milla memang sudah  cukup berpengalaman dalam melatih pemain muda, seperti yang sejauh ini sudah ia perlihatkan di timnas junior Spanyol dan timnas Indonesia. Pastinya, kita semua berharap, ke depannya PSSI tak lantas kembali berpikir pendek dengan memecat Milla, andai ternyata target prestasi yang mereka patok meleset.
Setidaknya, mereka bisa kembali mempertahankan Milla, andai timnas mampu membuat kemajuan berikutnya bersama Milla. Secara teknis ini penting, karena timnas perlu satu filosofi bermain yang jelas, dan dapat diterapkan secara konsisten dalam jangka panjang. Dari sisi suporter, hal ini juga dapat mengedukasi suporter kita, untuk tak lagi berpola pikir instan soal timnas Indonesia. Bagaimanapun, sebuah timnas yang kuat tidak tercipta secepat kilat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H