Simulasi fase gugur, itulah kesimpulan sederhana, dari penampilan timnas Indonesia U-23, saat menang 3-1 melawan Hongkong, di laga terakhir fase grup Asian Games 2018, (20/8). Jika melihat skornya saja, mungkin orang akan langsung mengatakan, "timnas menang mudah karena lawannya cuma Hongkong".
Oke, jika merujuk pada statistik pertandingan, pendapat itu tak sepenuhnya salah. Karena, Evan Dimas dkk memang mendominasi jalannya pertandingan. Bahkan, Hongkong dipaksa bermain setengah lapangan, terutama di babak kedua. Dukungan luar biasa dari suporter timnas juga terbukti ampuh, dalam hal memompa semangat tempur timnas.
Tapi, jika melihat jalannya pertandingan, situasinya malah berbeda. Malah, skor dan statistik itu justru tak mencerminkan keadaan sebenarnya. Karena, tim asuhan Luis Milla ini dipaksa bekerja keras sampai menit-menit akhir, sebelum akhirnya meraih kemenangan. Situasi ini membuat laga melawan Hongkong terasa panas bak laga fase gugur. Bisa dibilang, ini bak pertandingan "simulasi fase gugur Asian Games" buat timnas.
Seperti diketahui, menghadapi Hongkong yang bermain defensif, timnas justru kecolongan lewat gol Hok Ming Lau. Kapten Hongkong ini mampu memanfaatkan  miskomunikasi di lini belakang timnas untuk mencetak gol. Setelahnya timnas Indonesia sempat mengalami kebuntuan, bahkan sempat bersitegang dengan para pemain Hongkong di akhir babak pertama.
Situasi memang membaik di babak kedua, dengan Irfan Jaya mampu mencetak gol cepat. Gol ini menjadi pelecut semangat timnas, untuk mengurung habis pertahanan Hongkong. Tapi, hasilnya baru didapat di menit-menit akhir, setelah Stefano Lilipaly dan Hanif Syahbandi mampu mencetak gol kemenangan timnas.
Hasil ini membuat timnas keluar sebagai juara grup A Asian Games 2018, dan akan menghadapi Uni Emirat Arab (peringkat ketiga grup C) di perdelapanfinal, Jumat (24/8) mendatang. Tentunya, ini adalah satu keuntungan, karena timnas tak langsung bertemu lawan kuat macam Uzbekistan (juara grup B) dan Tiongkok (juara grup C).
Tapi, bukan berarti Uni Emirat Arab bisa dianggap enteng. Malah, ada beberapa catatan, dari penampilan timnas Indonesia di fase grup, yang perlu diwaspadai. Pertama, timnas belum sepenuhnya mampu menghadapi tekanan "harus menang", terutama saat sedang tertinggal. Gawatnya, dalam situasi seperti ini, emosi pemain timnas mudah tersulut. akibat provokasi pemain lawan.
Kebetulan, situasi semacam ini terjadi di laga melawan Hongkong, tepatnya di akhir babak pertama. Akibat kejadian ini, sempat terjadi keributan antarpemain, plus dikartu kuningnya Stefano Lilipaly dan Hansamu Yama.
Tentunya, hal seperti ini tak boleh terulang lagi di fase gugur, karena akan merugikan tim  Di sini, timnas harus bisa bermain dengan kepala dingin. Apalagi, lawan mereka kali ini adalah tim dari Timur Tengah, yang cukup lihai dalam memprovokasi lawan. Jika tidak, timnas Indonesia akan gulung tikar lebih cepat.
Kedua, timnas masih kesulitan tiap kali bertemu lawan dari Timur Tengah. Oke, pemain kita memang punya kecepatan lari cukup bagus. Tapi, tim-tim dari Timur Tengah punya kecepatan lari dan postur tubuh lebih baik. Jika kita masih bermain sendiri-sendiri, itu adalah bunuh diri. Jadi, kita perlu bermain kolektif dan berpikir cepat, tanpa menggocek bola terlalu lama. Jangan sampai kekalahan melawan Palestina di fase grup kembali terjadi, saat timnas bersua Uni Emirat Arab.
Otomatis, kita perlu melakukan perubahan di sisi sayap, dengan menggeser pemain yang gemar menggocek, dengan pemain yang mampu menggocek dan membagi bola dengan baik. Pada kasus ini, Septian David Maulana perlu dimasukkan, untuk menggantikan Febri Haryadi.