Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Saat Tim Samba Mau Bersabar

26 Juli 2018   13:28 Diperbarui: 26 Juli 2018   13:56 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara soal timnas Brasil, tentu tak lepas dari catatan prestasi gemilang, dan sosok pemain kelas dunia, mulai dari era Pele, Zico, Romario, Ronaldo, Ronaldinho, Kaka, sampai kini Neymar, Tim Samba selalu saja mampu menarik perhatian, dan menjadi unggulan di tiap turnamen mayor yang mereka ikuti.

Dari sisi pemain, Brasil seolah menjadi pabrik raksasa pemain bintang lokal berkualitas, yang tak pernah lelah mencetak pemain top, berkat sistem pembinaan pemain muda yang konsisten digarap secara serius oleh CBF (PSSI-nya Brasil). Hal ini berbanding lurus, dengan kecintaan masyarakat Brasil pada sepak bola, yang merupakan bagian dari budaya modern populer Negeri Samba.

Berangkat dari kelebihan inilah, timnas Brasil selalu bisa mengubah total komposisi pemainnya, tanpa kuatir level kualitas tim akan menurun. Karena, pada dasarnya mereka memang sudah punya standar kualitas level tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, negara juara Piala Dunia lima kali ini, tak punya alasan, untuk kuatir akan kehabisan stok pemain berkualitas.

Hal yang sama, juga terjadi pada pembinaan pelatih. Berkat sistem pembinaan pelatih yang baik dari CBF, Brasil selalu punya  pelatih lokal berkualitas, dari era Vicente Feola, Mario Zagallo, Tele Santana, Carlos Alberto Parreira, Luiz Felipe Scolari, sampai Tite di era kekinian. Tak heran, Brasil menjadi satu dari sedikit negara di dunia, yang tim nasional sepak bolanya selalu dilatih oleh pelatih lokal.

Kombinasi sempurna di kedua sektor ini, otomatis membuat timnas Brasil selalu dibebani target juara, di tiap turnamen yang mereka ikuti. Pemain bintang melimpah, pelatih jempolan juga ada, kurang apalagi? Dengan komposisi seperti itu, wajar jika kegagalan selalu menjadi satu alasan kuat bagi Tim Samba, untuk merombak total materi timnya. Bisa dibilang, Brasil termasuk tim yang agak kurang sabar, terutama dalam hal memberi "kesempatan kedua" buat tim atau pelatih yang gagal menjadi juara.

Tapi, pada Rabu, (25/7), CBF justru "melanggar" kebiasaan lama mereka, dengan mempertahankan posisi Tite dan para stafnya, di area teknik timnas Brasil, dengan diikat kontrak baru sampai Piala Dunia 2022 mendatang. Keputusan ini diambil CBF, setelah mempertimbangkan grafik performa Selecao di bawah arahan Tite.

Meski tersingkir di babak perempatfinal Piala Dunia 2018 lalu, Tite dinilai sukses menciptakan stabilitas dan soliditas di internal Tim Samba dalam waktu relatif singkat, tepatnya sejak ia mulai bertugas tahun 2016 menggantikan Dunga yang dipecat CBF, akibat tersingkir di fase grup Copa America Centenario 2016. Sebelumnya, grafik prestasi Tim Samba memang kurang meyakinkan, setelah kalah 1-7 atas Jerman di semifinal Piala Dunia 2014 sebagai tuan rumah turnamen, dan menjadi perempatfinalis Copa America 2015.

Bahkan, Tite dinilai CBF mampu mengembalikan 'ginga' (kegembiraan bermain) khas sepak bola Brasil. Jadi, jika Tite diberi kesempatan tambahan, situasinya diharapkan bisa lebih baik lagi. Dalam kasus ini, agaknya CBF belajar dari kasus sukses Didier Deschamps dan timnas Prancis, yang kebetulan punya situasi mirip dengan timnas Brasil saat ini. Deschamps mulai bertugas di timnas Prancis tahun 2012, dalam tim yang situasi internalnya masih tak stabil. Tapi, Deschamps pelan-pelan mampu menstabilkan situasi, dan membangun sebuah tim yang solid.

Tak heran, meski timnas Prancis sempat hanya menjadi perempatfinalis Piala Dunia 2014, Deschamps tetap dipertahankan. Keputusan ini berbuah manis, karena Les Bleus sukses menjadi finalis Euro 2016 dan juara Piala Dunia 2018. Pendekatan ini lalu coba ditiru CBF pada Tite, dengan harapan dapat menuai hasil positif juga buat Tim Samba.

Kasus sukses Didier Deschamps dan timnas Prancis, yang kini coba ditiru timnas Brasil, menjadi satu contoh aktual, sehebat apapun sebuah tim, kehebatan itu tak akan ada gunanya, jika tak ada stabilitas dan soliditas dalam tim tersebut. Kedua hal itu, adalah kunci kekompakan sebuah tim, yang pastinya tak bisa terbangun dalam sekejap. Bagaimanapun, sebuah tim tanpa kekompakan akan lebih mudah untuk dikalahkan, karena mereka bukanlah tim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun