Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia dalam "Disruption Era"

13 Juli 2018   00:30 Diperbarui: 13 Juli 2018   20:53 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, kita sedang berada dalam era yang disebut-sebut sebagai "Disruption Era", masa di mana segala aspek dalam hidup manusia berubah drastis. Dari yang tadinya rumit menjadi sangat simpel, dan yang konvensional kian tergeser oleh teknologi digital.

Pendek kata, Disruption Era, dengan segala perubahan yang menyertainya, sukses mengubah total setiap sisi dalam hidup manusia masa kini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tak heran, muncul juga istilah populer zaman now, yang notabene kata ganti Disruption Era versi Indonesia.

Dari sekian banyak aspek yang terdampak perubahan dalam Disruption Era, olahraga menjadi salah satu bidang yang ikut mengalami perubahan cukup drastis. Secara khusus, olahraga yang saat ini sedang "menikmati" efek perubahan tersebut adalah sepak bola, dengan Piala Dunia 2018 sebagai panggungnya.

Entah kebetulan atau bukan, Piala Dunia kali ini seolah menjadi potret nyata, dari Disruption Era tersebut. Seperti diketahui, Piala Dunia 2018, menjadi kuburan tim-tim unggulan, dan tim-tim dengan sejarah oke di ajang Piala Dunia. 

Sebaliknya, tim-tim nonunggulan terus membuat kejutan. Selain itu, Piala Dunia 2018 menjadi Piala Dunia pertama, yang memakai VAR dan teknologi garis gawang secara bersamaan, sebagai alat bantu wasit saat bertugas di lapangan.

Sebenarnya, kejutan di Piala Dunia 2018 sudah muncul sejak babak kualifikasi, dengan Italia sebagai lakonnya. Dengan profil Gli Azzurri, sebagai juara Piala Dunia empat kali, tentu sulit mencoret mereka dari daftar tim unggulan. Selain Italia, ada juga Belanda, yang di Piala Dunia 2014 meraih medali perunggu, dan menjadi finalis Piala Dunia 2010.

Jika berpegang pada prediksi, catatan  sejarah, atau catatan statistik, kelolosan Belanda dan Italia ke Rusia adalah satu hal yang sangat predictable. Belanda terakhir kali absen di Piala Dunia 2002, sementara Italia absen di Piala Dunia 1958

Tapi, tanpa diduga, kedua tim kuat Eropa ini kompak gagal lolos ke Rusia. Uniknya, mereka sama-sama kalah di tangan Swedia. Belanda takluk di babak grup kualifikasi, sementara Italia terjungkal di babak play off. Di Rusia, Swedia sendiri mampu melaju ke babak perempatfinal, sebelum akhirnya kalah 0-2 di tangan Inggris.

Telegraph.co.uk
Telegraph.co.uk
Di benua Afrika, Kamerun, Ghana, dan Pantai Gading gagal lolos ke Rusia. Nasib mereka serupa dengan Cile (Amerika Selatan, juara Copa America) dan Amerika Serikat, sang jagoan klasik zona Amerika Utara dan Tengah (CONCACAF). Cile kalah bersaing dengan Peru dan Kolombia, sementara Amerika Serikat kalah dari Panama.

Pada hari H turnamen, kejutan terus bermunculan. Kejutan tumbangnya juara bertahan Jerman di fase grup, nyaris tersingkirnya Argentina di fase grup, dan tidak adanya wakil Afrika di fase gugur, untuk pertama kali sejak Piala Dunia 1982, menjadi rentetan kejutan di fase grup turnamen.

Di fase gugur, giliran Argentina (finalis Piala Dunia 2014), Spanyol (juara Piala Dunia 2010), dan Portugal (juara Euro 2016) yang angkat koper. Ada juga Jepang, wakil Asia yang sempat membuat tim bertabur bintang Belgia harus berjuang keras hingga detik akhir, sebelum akhirnya tersingkir secara dramatis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun