Judul diatas terinspirasi dari lagu berjudul "Don't Cry For Me Argentina", yang dipopulerkan Madonna. Anda benar, awalnya ini adalah judul yang saya siapkan, andai Lionel Messi dkk tersingkir di fase grup Piala Dunia 2018. Berhubung timnas Argentina lolos secara dramatis ke fase gugur, judul lagu lawas itu sedikit saya ubah. Karena, justru timnas Jerman-lah yang tersingkir di fase grup, setelah ditekuk Korea Selatan 0-2, Rabu, (27/6). Jadi, situasinya saya sesuaikan. Sebagai informasi, Allemania adalah sebutan untuk negara Jerman dalam bahasa Spanyol.
Hasil ini menjadi catatan terburuk Jerman di Piala Dunia, sekaligus menjadi sebuah ironi, karena mereka berstatus tim juara bertahan turnamen. Maka, tak heran jika para fans dan pemain Tim Panser sangat menyesalkan kegagalan ini. Apalagi, dalam 12 tahun terakhir, mereka selalu sukses lolos minimal ke babak semifinal turnamen besar. Sebuah kemunduran drastis, untuk tim yang biasanya tampil luar biasa bagus.
Tapi, jika dilihat sekali lagi, kegagalan Jerman ini adalah satu hal yang tak perlu diratapi. Malah, ini adalah sebuah kewajaran. Karena, Tim Panser di Piala Dunia kali ini datang, dengan membawa beberapa masalah serius.
Masalah pertama datang, dari ketiadaan sosok ujung tombak dan motor serangan mumpuni, yang sebelumnya dikenal sebagai kekuatan mereka. Di pos ujung tombak, Timo Werner dan Thomas Mueller sama-sama melempem, dan Mario Gomez sudah menua. Melimpahnya jumlah gelandang serang dan penyerang bertipe "false nine", membuat lini serang timnas Jerman tumpul seperti pisau patah.
Di lini tengah, mereka memang masih punya Mesut Ozil dan Toni Kroos. Tapi, keduanya tak sehebat dulu lagi. Ozil sudah mulai habis, sementara Kroos tak punya tandem sepadan setelah Bastian Schweinsteiger pensiun dari timnas. Alhasil, permainan Jerman jadi terlihat monoton di Rusia.
Di area pertahanan, sebenarnya masih ada bek-bek macam Mats Hummels, Jerome Boateng, dan Niklas Sule. Tapi, gaya bermain "counter pressing" dengan garis pertahanan tinggi, membuat mereka rawan dibobol lewat serangan balik cepat. Karena, meski bertubuh besar, kecepatan lari bek-bek Jerman ini kurang bagus. Kelemahan ini, sukses dimanfaatkan Meksiko dan Korea Selatan untuk mencuri gol.
Masalah lainnya, ada pada ketidakberanian Joachim Loew mencoret Manuel Neuer, yang sebenarnya tak dalam kondisi terbaik. Padahal, Jerman masih punya kiper sekelas Marc Andre Ter Stegen (Barcelona). Ironisnya, langkah sebaliknya justru pernah dilakukan Loew pada situasi semacam ini (dan terbukti sukses) saat mempromosikan Manuel Neuer menggantikan Rene Adler jelang Piala Dunia 2010. Di sini, Loew terlihat ingin "main aman", keputusan yang justru berbuah petaka.
Tumbangnya Jerman di fase grup, menjadi kejutan terbesar di Piala Dunia kali ini, sekaligus memperpanjang kutukan gagal untuk juara bertahan Piala Dunia. Tapi, pada saat bersamaan, kegagalan ini membuktikan, sehebat apapun sebuah tim, mereka selalu punya batas akhirnya sendiri.
Auf Weidersehen, Die Mannschaft! (Goodbye, Timnas Jerman!)
Jangan Nonton Bola Tanpa Kacang Garuda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H