Digempur habis-habisan, tapi mampu meraih kemenangan. Itulah gambaran sederhana performa Chelsea, saat menjuarai Piala FA musim 2017/2018 di Stadion Wembley, Sabtu, (20/5). Gelar ini diraih Si Biru, usai mengalahkan Manchester United (MU) 1-0 di final. Ini menjadi gelar kedua pelatih Antonio Conte di Chelsea, setelah musim lalu juara liga Inggris.
 Memang, di laga ini, secara tak terduga, MU menampilkan formasi 4-3-3. Selain itu, MU mendominasi penguasaan bola sepanjang pertandingan, dan membuat banyak peluang. Tercatat MU menguasai 66% penguasaan bola, berbanding 34% milik Chelsea. Dari sisi kreasi peluang, MU mencatat total 18 tembakan, berbanding 6 milik Chelsea. Catatan statistik ini mungkin akan membuat para pecinta sepak bola mencubit pipi masing-masing, saat melihatnya pertama kali, untuk memastikan ini bukan mimpi. Maklum, mendominasi jalannya laga, bukan kebiasaan MU arahan Jose Mourinho, yang biasanya gemar bermain defensif.
Jika melihat jalannya laga, kita bisa melihat, betapa menderitanya Chelsea sepanjang laga. Sementara itu, hasil akhir laga ini terasa tak adil bagi MU, yang kali ini bermain menyerang, dan 'mati dalam keindahan' yang mereka terapkan sendiri. Tapi, sepak bola bukan hanya soal statistik. Sepak bola juga adalah soal hasil akhir.
Karena, meski dipaksa main bertahan, Chelsea mampu bermain efektif, tak membuang-buang peluang. Malah, mereka mampu memanfaatkan kesalahan lawan dengan baik untuk mencetak gol. Gol Chelsea di laga ini, berawal dari pelanggaran Phil Jones kepada Eden Hazard, di kotak penalti MU. Hadiah tendangan penalti dari wasit ini, lalu dikonversi Hazard menjadi gol di menit ke 21. Selebihnya, Chelsea diserang habis-habisan oleh MU. Untunglah, berkat pertahanan yang solid, Chelsea mampu menjaga keunggulan sampai laga berakhir.
Bagi MU, hasil ini memastikan mereka nirgelar musim ini. Tentunya, ini adalah capaian minor, untuk tim yang cukup agresif berbelanja di bursa transfer. Menariknya, kekalahan di final Piala FA ini menegaskan posisi serba salah MU musim ini; main bertahan dicerca, main menyerang malah tumbang.
Bagi Chelsea, gelar juara Piala FA ini menjadi obat pelipur lara, setelah di musim ini mereka gagal finis di posisi 4 besar liga Inggris (Chelsea finis di posisi ke 5 klasemen akhir). Lebih jauh, gelar ini bisa jadi kado perpisahan manis, bagi pelatih Antonio Conte, yang kemungkinan didepak Chelsea, setelah gagal finis di posisi 4 besar liga Inggris musim ini. Uniknya, dalam 3 musim terakhir, Piala FA selalu dijuarai tim penghuni posisi 5 klasemen akhir liga Inggris, yakni MU (musim 2015/2016), Arsenal (2016/2017), dan Chelsea (2017/2018). Kebetulankah? Entahlah.
Musim ini mungkin terasa mengecewakan bagi Chelsea dan para suporternya. Tapi, untuk saat ini, setidaknya mereka masih punya satu alasan untuk bergembira. Karena, gelar Piala FA yang mereka raih ini, tetaplah sesuatu yang memang layak untuk dirayakan.
Selamat, Chelsea!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H