Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyoal Fenomena Konten "Clickbait" di Indonesia

26 Maret 2018   23:32 Diperbarui: 27 Maret 2018   03:10 3173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Youtube.com)

Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak melihat satu kebiasaan, yang belakangan menjadi salah satu 'budaya' di (sebagian) media online kita. Fenomena itu, tak lain tak bukan, adalah artikel, konten atau tulisan "click bait". Ciri-cirinya antara lain, judul superpanjang yang tampak bombastis, dan isi artikel yang kadang tak sama dengan judulnya, atau malah tanpa isi sama sekali.

Sebagai orang awam, saya selalu merasa jengkel, tiap kali 'terjebak' artikel atau konten clickbait. Kalau sudah begini, satu-satunya hiburan, pengganti kuota data yang hilang percuma hanyalah membaca komentar spontan warganet Indonesia, yang kadang sukses mengundang gelak tawa. Daripada jengkel, tertawa pastinya lebih menyehatkan.

Mengenai konten "clickbait", ini menjadi satu kebiasaan tersendiri yang menarik dicermati. Karena, kebiasaan ini lahir dari kultur bangsa kita yang cenderung kolektif, bukan individualis. Dalam sudut pandang positif, kultur ini menghasilkan sikap kekeluargaan, saling menghormati, dan dapat menciptakan kerukunan. Tapi, jika kadarnya sudah berlebihan, kultur ini akan menghasilkan sikap ingin tahu (dalam konteks negatif), kurang menghormati sesama, dan reaksional (termasuk nyinyir).

Celakanya, sikap-sikap negatif inilah, yang belakangan justru sedang banyak merebak di negeri kita, baik di dunia nyata maupun maya. Tak heran, negeri ini jadi tampak begitu sensitif dibanding sebelumnya. Tapi, fenomena ini justru dipandang sebagian media online "zaman now", sebagai kesempatan menjaring audiens (baca: klik) sebanyak mungkin. 

Di sini sikap ingin tahu (dalam konteks negatif dan kadar berlebihan) dan reaksional (sebagian) masyarakat kita, menjadi poin utama, yang coba dieksploitasi habis-habisan, demi meraup klik sebanyak mungkin dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Sebagai penulis amatir yang belajar secara otodidak, saya melihat dengan jelas fenomena ini, di salah satu platform menulis lain, yakni UC News, (selanjutnya saya sebut platform 'anu'), tempat saya juga membagikan tulisan saya. Awalnya, saya ikut aktif menulis di sini, setelah sebelumnya sempat mendapati, beberapa tulisan bola saya di K di-copy paste di platform ini, tanpa sepengetahuan saya. 

Untuk mencegah praktek ini terus berlanjut, saya lalu mengirimkan tulisan bola saya di K dan 'anu'. Tentunya, ini tak melanggar aturan, karena itu memang adalah tulisan saya sendiri. Lagipula, K bukan "news aggregator" seperti platform 'anu', atau platform sejenis, yang sejak awal memang menutup diri dari "search engine". Jadi, bisa dibilang, K dan "news aggregator" adalah dua dimensi berbeda di alam maya.

Menariknya, di platform 'anu' ini, judul "clickbait" pada konten justru sangat disarankan, supaya pembaca makin penasaran, dan klik yang didapat makin banyak. Ini wajar, mengingat banyak sedikitnya "view" menentukan banyak-sedikitnya uang yang masuk. Sayang, demi meraih banyak "view", judul tulisan justru tampak sangat tak enak dilihat. Bahkan, artikel berjudul superpanjang pun terus bermunculan, misalnya; "15 Hal Menarik tentang Pacaran, Nomor 5 Bikin Ngilu.". Celakanya, pola judul ini belakangan menjadi tren di media online kita.

Fenomena ini jelas sangat aneh. Bagaimanapun, artikel adalah artikel, bukan skripsi, tesis, atau desertasi. Tapi, meski terlihat menjengkelkan, fenomena artikel "clickbait" justru merepresentasikan dengan nyata, betapa rendahnya minat baca di negeri ini. Bahkan, untuk sekadar membaca saja, sampai harus dipaksa seperti itu. Memang, tak semua orang di negeri ini berminat baca rendah. 

Tapi, jika terus dibiarkan dalam jangka panjang, ini akan jadi masalah serius. Karena, hanya dengan bermodal judul "clickbait" (bahkan provokatif), informasi hoax sekalipun akan dipercaya. Alhasil, bukan kesadaran yang didapat masyarakat, tapi kegaduhan tak perlu, dan pembodohan.

Untuk saat ini fenomena konten "clickbait" memang menjadi "wabah penyakit", di dunia maya kita. Tapi, pada saat bersamaan, fenomena konten "clickbait" membuktikan, membaca, pada dasarnya adalah sebuah kesadaran, bukan paksaan untuk mau melihat dan berpikir secara jernih. Sehingga, reaksi tindakan yang dihasilkan dapat berdampak positif bagi kehidupan, bukan sebaliknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun