Di era digital ini, informasi (termasuk tentang kesehatan) adalah barang murah, bahkan gratis. Jumlah informasi yang bisa didapat pun begitu banyak. Situasi ini jelas berbeda dengan jaman dulu, dimana informasi soal kesehatan begitu langka dan mahal. Boleh dibilang, saat ini kita sangat beruntung, karena bisa menikmati kemudahan dalam mendapat informasi soal kesehatan.
Secara khusus, melimpahnya informasi soal kesehatan, mulai mampu membangun kesadaran pribadi banyak orang, untuk menjaga kesehatannya. Kesadaran ini umumnya muncul dalam diri seseorang, berkat pengetahuan, atau pengalaman tentang kesehatan yang didapatnya. Kesadaran ini, lalu ditularkan ke orang lain, yang ingin atau akan mulai menjalani gaya hidup sehat. Sekilas, ini adalah satu hal yang sangat baik.
Tapi, pada titik tertentu, hal ini justru bisa berbalik menjadi buruk. Terutama, jika seseorang sudah terlanjur berpikiran ekstrim akibat kelebihan informasi. Di sini, alasan kesehatan menjadi penyebab utama munculnya larangan makan ini-itu, dan anjuran untuk harus makan ini-itu, tanpa dicek kebenarannya. Di sini, semua jadi terlihat menyebalkan. Alih-alih bersyukur karena merasa kenyang, rasa jengkel, serba salah, dan ceramahlah yang didapat. Akibatnya, makan bukan lagi menjadi berkat, tapi masalah.
Dari fenomena ini, saya justru melihat gaya hidup sehat sebagai sebuah obsesi, untuk memastikan tubuh tetap sehat tanpa pernah sakit sama sekali, dan menjadi ajang "pamer pengetahuan" subyektif soal kesehatan antarindividu, yang ironisnya justru dapat memunculkan perdebatan tak perlu. Ini jelas cara pandang yang kurang manusiawi. Karena, sesehat apapun kondisinya, tiap manusia selalu punya batas daya tahan tubuh tersendiri.
Menariknya, dari orang-orang obsesif inilah kita bisa melihat, jika seseorang sudah terlanjur "mabuk informasi kesehatan", maka ia akan merasa dirinya paling tahu, dan berhak menggurui orang lain, tanpa melihat lagi bagaimana situasinya, termasuk jika orang yang "diceramahi" sedang makan makanan yang dibahas itu (misalnya sate kambing, gule atau rendang). Sedihnya, merekalah yang justru tampak mengkhawatirkan, karena gaya hidup sehat yang mereka jalani justru didasari oleh alasan "takut sakit" belaka.
Mungkin benar, tubuh mereka tampak sehat. Tapi, bisa jadi jiwa mereka merasa sangat terbebani, akibat batasan-batasan ekstrim yang mereka buat sendiri. Padahal, sebetulnya patokan dasar aturan soal makan sederhana saja: "kalau makan makanan sehat, jangan pernah menanyakan lezatnya di mana; tapi, kalau makan makanan lezat, jangan pernah tanya sehatnya di mana."
Melimpahnya informasi kesehatan di jaman sekarang memang sebuah berkah. Tapi, ia juga menjadi pengingat, agar kita tak berlebihan dalam menyikapinya. Kita hanya perlu membangun kesadaran diri, sebagai langkah awal dalam menjalaninya. Karena, pada dasarnya makan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Tapi, makanan bukan alasan, untuk manusia dapat mengingkari kodratnya sebagai manusia, yang memang serba tak sempurna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H