Jika bicara soal Chelsea dan Antonio Conte, satu kata yang paling mewakili hubungan keduanya adalah ironi. Ironi ini terlihat jelas, dari kiprah Chelsea dibawah arahan Conte.
Di musim pertamanya bersama Chelsea (2016/2017), Conte berhasil mempopulerkan formasi 3 bek, dan mempersembahkan gelar juara liga. Meski kalah di final Piala FA, Conte dianggap sukses membangkitkan Chelsea, yang di musim sebelumnya tersesat di papan tengah.
Tahun pertama yang sukses itu, membuat Chelsea menatap musim ini dengan penuh optimisme. Apalagi, mereka sukses memboyong pemain-pemain macam Tiemoue Bakayoko, Alvaro Morata, dan Danny Drinkwater. Meski diwarnai kepindahan Nemanja Matic ke MU, dan friksi antara Conte Vs Diego Costa (yang lalu dipulangkan ke Atletico Madrid), tak ada keraguan akan kapabilitas Conte dan Chelsea, untuk meraih sukses.
Sayang, situasi lalu berkembang diluar dugaan. Secara taktik, formasi 3 bek andalan Conte tak seampuh musim lalu. Karena, tim lawan sudah mulai bisa mengantisipasinya.
Di lini tengah, Chelsea tak lagi kokoh, Bakayoko dan Drinkwater belum mampu menggantikan peran Matic. N'Golo Kante juga agak berubah peran, dari seorang gelandang jangkar layaknya Claude Makelele, menjadi gelandang penjelajah seperti Ramires. Inilah yang membuat lini belakang Chelsea rawan ditembus di musim ini.
Selain itu, lini depan Chelsea agak melempem, jika dibanding musim lalu. Grafik performa Morata masih naik turun, anehnya, Chelsea malah mendatangkan Olivier Giroud (dari Arsenal), dan meminjamkan Michy Batshuayi ke Dortmund. Padahal, Chelsea lebih membutuhkan penyerang bertipe agresif seperti Diego Costa, bukan penyerang berkarakter kalem seperti Giroud.
Rentetan keputusan Conte ini, lalu berbuah di awal tahun 2018. Dari 10 laga terakhir Chelsea di semua ajang, hanya dua kemenangan yang bisa diraih, selebihnya Si Biru mencatat 5 hasil imbang plus 3 kekalahan. Akibatnya, Chelsea tersingkir di semifinal Piala Liga (kalah agregat 2-1 dari Arsenal), dan makin kesulitan mempertahankan gelar liga, setelah dihajar Watford 1-4, Selasa (6/2, dinihari WIB).
Dalam laga yang diwarnai kartu merah untuk Bakayoko ini, gol-gol Troy Deeney, Gerard Deulofeu, Daryl Janmaat, dan Roberto Pereyra, hanya mampu dibalas sekali lewat gol Eden Hazard. Akibatnya, Chelsea (nilai 39) tertahan di posisi 4 klasemen sementara Liga Inggris, tertinggal 19 poin dari Manchester City (58) di posisi puncak. Praktis, hanya ada dua hal positif, yang didapat Chelsea di periode suram ini; masih belum tersingkir di Piala FA, dan masih bertahan di posisi 4 besar klasemen sementara liga Inggris.
Performa buruk Chelsea ini, jelas bukan modal ideal, jelang laga fase 16 besar Liga Champions Eropa. Apalagi, lawan yang akan dihadapi adalah Barcelona, tim yang sedang 'panas' laju performanya. Mau tak mau, Chelsea harus segera memperbaiki performa buruk mereka akhir-akhir ini, supaya musim ini (minimal) tak berakhir mengenaskan bagi mereka, seperti yang pernah terjadi di musim 2015/2016 silam.
Mampukah Chelsea memutus tren buruk mereka?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H