Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Persib, Setelah Piala Presiden 2018

28 Januari 2018   15:12 Diperbarui: 28 Januari 2018   15:19 2019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Punya tim bertabur bintang, bergelimang sponsor, dan punya suporter yang begitu fanatik, belum lagi, mereka berstatus tuan rumah. Itulah modal Persib Bandung, dalam menghadapi babak penyisihan turnamen Piala Presiden 2018. Sekilas, semua modal ini membuat Persib otomatis diunggulkan, apalagi mereka dikenal jago kandang.

Tapi, tak disangka, dengan segala modal itu, Persib justru tampil jelek. Setelah menang 1-0 atas Sriwijaya FC di laga pembuka, Persib dipaksa menelan kekalahan 0-2 atas PSMS Medan, dan 0-1 atas PSM Makassar. Akibatnya, mereka harus angkat koper dari Piala Presiden 2018, dengan diiringi hujan lemparan botol dari oknum Bobotoh yang kecewa dengan performa Persib.

Dengan semua modal yang dipunya Persib, capaian ini, jelas layak dikategorikan 'gagal total'. Tapi, kegagalan ini justru membuka lebar, apa saja kelemahan Persib, baik dari segi tim, maupun mentalitas suporter, dalam hal menerima apapun hasil akhir laga.

Dari segi tim, kegagalan Persib ini, membuka kelemahan Persib di lini serang dan lini belakang. Di lini serang, Persib terlihat seperti tombak yang ujungnya patah. Mereka tak punya sosok ujung tombak yang bisa diandalkan. Mereka memang punya Ezechiel N'Douassel, tapi pemain asal Chad ini gemar bermain melebar, layaknya pemain sayap, bukan finisher. Akibatnya, Persib seperti bermain tanpa penyerang di depan. Inilah yang membuat alur serangan Persib seperti tanpa arah yang jelas.

Situasi ini, diperparah dengan kebiasaan Persib merekrut pemain senior. Memang, bagi sebuah tim, keberadaan pemain senior, dengan pengalaman yang dimilikinya amat diperlukan. Tapi,  jika jumlahnya terlalu banyak, ini akan membuat sebuah tim menjadi lambat, dan rawan dieksploitasi lawan yang bermain dengan mengandalkan kecepatan. Pada tim yang kekompakannya sudah terbentuk sempurna saja, ini adalah satu masalah tersendiri. Apalagi, pada tim yang belum lama dibentuk, di bawah arahan pelatih baru seperti Persib.

Menariknya, kegagalan kali ini dengan jelas menunjukkan, Persib masih belum bisa sepenuhnya "move on" dari performa buruk mereka, di Liga 1 2017 silam. Jelas, perlu penanganan khusus dan waktu tersendiri untuk menyembuhkannya.

Dari segi mentalitas suporter, penyisihan Piala Presiden 2018 dengan jelas  menunjukkan; penyakit lama segelintir oknum Bobotoh yang belum dewasa masih kronis. Terbukti, kekalahan Persib atas PSMS dan PSM, direspon dengan hujan lemparan botol, dan benda asing ke lapangan. Akibatnya, para pemain dan ofisial kedua tim harus dievakuasi dengan dikawal ketat aparat keamanan.

Di sini, fanatisme oknum Bobotoh sudah berlebihan. Akibatnya, muncul sebutan "Bobotol" atau "Bobodoh" yang viral di dunia maya. Tentu saja, sebutan ini amat menyakitkan bagi Bobotoh. Karena, pelakunya adalah segelintir oknum Bobotoh, bukan semuanya.

Selain itu, aksi "hujan botol" saat Persib ditekuk PSM dan PSMS, seolah memberi kesan, kemenangan di kandang adalah satu hal yang begitu didewakan, tidak menang, botol melayang. Meski disiarkan langsung di televisi pun, jika Persib tidak menang botol tetap melayang, sungguh memalukan. Jika terus dibiasakan, sikap memalukan ini justru akan merugikan Persib dan Bobotoh saat bermain tandang. Tentunya, tabiat buruk ini harus segera dihilangkan. Karena, dalam kompetisi, menang-kalah adalah sebuah resiko pasti dalam olahraga. Apalagi, Persib bukan peserta tunggal Piala Presiden 2018.

Meski mengecewakan, kegagalan ini bisa menjadi momen tepat untuk Persib dan Bobotoh saling mengevaluasi, sebelum Liga 1 2018 bergulir. Bagi Persib, ini adalah kesempatan bagus, untuk mengevaluasi kelemahan taktik, dan materi tim. Sementara, bagi Bobotoh, ini adalah momen untuk mengedukasi oknum suporternya yang kurang dewasa. Karena, lebih baik hancur lebur di kompetisi pramusim, daripada jeblok (lagi) di kompetisi sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun