Dalam sepak bola, banyak terdapat pemain hebat. Tapi, tak banyak keluarga pesepakbola, yang kiprahnya turun temurun sampai tiga generasi. Di Eropa, ada keluarga Maldini (AC Milan dan timnas Italia), yang kiprahnya dimulai dari Cesare Maldini (ayah, tahun 1950-1960-an), lalu Paolo (anak, 1985-2009), lalu dilanjutkan oleh Christian dan Daniel (cucu), pada dekade terkini. Secara garis besar, karir keempat klan Maldini ini, mempunyai dua gambaran umum.
Menariknya, dari keempat anggota klan Maldini ini, hanya Cesare, yang juga sukses, saat berkarir sebagai pelatih. Tim yang pernah dilatihnya antara lain, AC Milan (1972-1974 dan 2001), timnas Italia U-21 (1986-1996), timnas Italia (1996-1998), dan timnas Paraguay (2001-2002). Selain itu, Cesare Maldini juga pernah menjadi asisten pelatih timnas Italia era Enzo Bearzot (1980-1986), yang turut berkontribusi, pada raihan gelar juara Piala Dunia 1982. Sebagai pelatih, ia meraih 3 gelar Piala Eropa U-21 (1992, 1994, 1996), dan tampil di dua Piala Dunia (1998 bersama timnas Italia, dan 2002 bersama timnas Paraguay), dengan masing-masing mencapai babak perempatfinal, dan perdelapanfinal.
Di Spanyol, muncul klan Alonso, yang menjadi pesepakbola secara turun temurun. Tapi, klan Alonso yang akan saya bahas di tulisan ini, bukan Periko Alonso (legenda Real Sociedad era 1980-an), atau putranya, yakni Xabi Alonso, salah satu maestro lini tengah Tim Matador tahun 2000-an.
Klan Alonso yang akan saya bahas, di tulisan kali ini adalah keluarga Marcos Alonso, yang terdiri dari Marcos Alonso Imaz alias Marquitos (kakek), Marcos Alonso Pena alias Marcos (anak), dan Marcos Alonso Mendoza (cucu). Selain sama-sama berkarir sebagai pesepakbola, kemiripan nama ketiganya juga cukup unik.
Marcos Alonso kedua, adalah Marcos Alonso Pena alias Marcos. Tak seperti sang ayah, Marcos, yang berposisi gelandang sayap ini, mencapai puncak karirnya, saat membela Barcelona (1982-1987). Bersama Barca, ia antara lain meraih 1 gelar La Liga (1984/1985), Copa del Rey (1982/1983), dan mencapai final Liga Champions musim 1985/1986. Tapi, ia menjadi bagian, saat timnas Spanyol mencapai final Piala Eropa 1984.
Sementara itu, Marcos Alonso Mendoza, atau Marcos Alonso, mempunyai jalan karir yang berbeda. Tak seperti ayah dan kakeknya, karir pemain berposisi wing-back ini, justru menanjak saat bermain di luar Spanyol, yakni saat memperkuat Fiorentina (Italia, 2013-2016), dan Chelsea (2016-sekarang), dengan raihan gelar EPL musim 2016/2017, sebagai prestasi terbaiknya sejauh ini. Tapi, mengingat usianya, raihan prestasi Marcos Alonso bisa jadi masih akan bertambah.
Beralih ke Amerika Selatan, tepatnya negara Uruguay, ada keluarga Forlan, yang sama-sama pernah bertugas, di timnas Uruguay. Hanya saja, peran ketiganya berbeda. Figur pertama adalah Juan Carlos Corazzo (1907-1986). Ia adalah pelatih timnas Uruguay di Piala Dunia 1962, sekaligus kakek Diego Forlan, legenda timnas Uruguay era 2000-an.
Kiprah keluarga Maldini, Marcos Alonso, dan Forlan membuktikan, faktor keluarga bisa mempengaruhi minat bermain bola seseorang. Tapi, itu bukan jaminan mutlak untuk sukses. Karena, sehebat apapun nama "klan" seseorang, ia tetap harus berusaha, demi meraih kesuksesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H