Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Evolusi Taktik ala Pelatih Argentina

11 November 2017   08:53 Diperbarui: 11 November 2017   20:42 2941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal sepak bola, satu aspek yang tak boleh terlewat untuk dibahas adalah taktik. Karena, selain fisik dan teknik, taktik juga memegang peran penting guna meraih kemenangan. Ibarat orang sedang bepergian, aspek fisik dan teknik adalah si orang itu sendiri dan jenis kendaraan/moda transportasi yang digunakan. Sementara itu, taktik adalah informasi seputar alamat/letak titik tujuan, berikut pilihan rute yang bisa ditempuh, untuk bisa sampai ke titik tujuan tersebut.

Dalam sepak bola, taktik adalah garis besar strategi yang digunakan tim, guna meraih kemenangan. Secara umum, taktik adalah sebuah sistem pola permainan, yang menjadi panduan bagi setiap pemain dalam sebuah tim, agar dapat tampil dengan performa terbaik, sebagai sebuah tim yang kompak.

Dalam sepak bola, taktik sifatnya cenderung berubah-ubah, mengikuti tren pola permainan yang sedang populer di masanya. Meski begitu, perubahan tren taktik itu tak menghilangkan ciri khas permainan pada sebuah tim, termasuk tim nasional. Dengan kata lain, perubahan ini hanya mengikuti tren yang ada, tanpa menciptakan sistem atau tren taktik baru berdasarkan tren itu.  

Menariknya, di antara negara-negara raksasa sepak bola dunia, Argentina adalah negara yang cukup unik. Karena, dari masa ke masa, di Negeri Tango selalu muncul pelatih-pelatih hebat, yang tak hanya mengikuti tren taktik yang sedang populer, tapi juga menciptakan sistem atau tren taktik baru berdasarkan tren itu.

Pada dekade 1970-an, pola permainan yang sedang tren adalah sepak bola menyerang, dengan formasi 4 bek, misal "Total Football" Timnas Belanda, dengan formasi 4-3-3 di Piala Dunia 1974, atau "Jogo Bonito" Timnas Brasil, dengan pola 4-2-4, yang berjaya di Piala Dunia 1970. Kedua sistem ini, lalu dipadukan oleh Cesar Luis Menotti, pelatih Tim Tango di Piala Dunia 1978, dengan memadukan formasi dasar 4-3-3 khas Belanda, dan kebebasan berimprovisasi khas Brasil, dalam satu sistem permainan sepak bola menyerang. Hasilnya, dengan dimotori Mario Kempes, Tim Tango berhasil menjuarai Piala Dunia 1978, setelah menang 3-1 atas Belanda di final. Dalam perjalanannya, taktik Menotti ini, menjadi salah satu acuan utama di Argentina, dan biasa disebut "Menottista" atau "Menottisme".

Memasuki era 1980-1990-an, tren sepak bola bertahan, dengan formasi 3 bek merebak. Pada era ini, Timnas Italia dan Jerman menjadi contoh tim penganut setia formasi 3 bek. Jerman dengan pola 3-5-2 nya yang terkenal pragmatis, dan Italia, dengan variasi pola 3 beknya yang beragam, plus ketergantungan pada figur "fantasista" (pemain nomor 10), sebagai pembeda di lapangan. 

Kedua pola "trendy" ini, lalu  diikuti, dan dipadukan, dengan sedikit modifikasi, oleh Carlos Bilardo, pelatih Tim Tango pengganti Menotti, dengan menerapkan pola 3-5-1-1, dan menempatkan Diego Maradona di posisi "nomor 10". Hasilnya, Tim Tango berjaya di Piala Dunia 1986, dan mencapai final di edisi 1990, lewat pola permainan pragmatis. Seperti halnya Menotti, taktik Bilardo ini, menjadi salah satu acuan utama di Argentina, dan biasa disebut "Bilardista" atau "Bilardisme".

Seiring berjalannya waktu, "Menottista" dan "Bilardista" berkembang menjadi dua kutub besar yang saling bertentangan. Tapi, seiring merebaknya tren "pressing football", yang dipopulerkan oleh Marcelo Bielsa (eks pelatih Timnas Argentina dan Chile), perdebatan antardua kutub besar ini, berubah menjadi perang tiga sisi. Karena, muncul kutub baru, yang populer dengan sebutan "Bielsista". Secara taktik, "Bielsista" memadukan efektivitas khas "Bilardista", dan kreativitas khas "Menottista". Selain itu, "Bielsista" juga fleksibel secara formasi. Karena, pola ini bisa berfungsi dengan sama baik, dalam formasi 3 bek, maupun 4 bek, yang sama-sama sedang populer saat ini.

"Bielsista" sendiri, juga membawa berkah bagi pelatih asal Argentina. Merebaknya tren taktik "pressing football" atau "counter pressing" saat ini, membuka jalan bagi mereka, untuk berkarir sebagai pelatih, dan menuai sukses di Eropa. Hasilnya, muncul nama-nama macam Diego Simeone (Atletico Madrid), dan Mauricio Pochettino (Tottenham Hotspur), yang sukses  berprestasi di klub masing-masing. Di level antarnegara, ada Joss Pekerman (timnas Kolombia), dan Edgardo Bauza (timnas Arab Saudi), yang akan 'menemani' Jorge Sampaoli (timnas Argentina), berlaga di Piala Dunia Rusia tahun depan.

Dengan banyaknya pelatih lokal berkualitas, tak heran, jika timnas mereka sangat percaya pada pelatih lokal. Malah, boleh jadi AFA (PSSI-nya Argentina) pusing saat memilih kandidat pelatih baru Tim Tango. Maklum, tiap kandidat yang ada sama-sama berkualitas. Tapi, ini adalah kabar baik bagi mereka. Karena, Tim Tango selalu punya pelatih, yang levelnya sesuai dengan kualitas pemainnya. Inilah salah satu modal berharga Tim Tango, untuk dapat terus bersaing di tingkat dunia.

Evolusi tren taktik, yang selalu diikuti, dan dimodifikasi, oleh pelatih-pelatih lokal di Argentina, terbukti mampu mencetak pelatih-pelatih berkualitas, yang mampu beradaptasi dengan tren taktik yang ada. Hal ini sekaligus membuktikan, jika seseorang mengikuti tren, tindakan itu tidak salah, selama dirinya tidak hanyut terbawa arus. Seperti kata pepatah Jawa; "ngeli tapi ora keli" (mengikuti arus tapi tidak hanyut terbawa arus).

Referensi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun