Pada titik ini, saya justru lebih respek dengan versi parodinya, yang memang hanya "meminjam" nada, tapi dengan lirik, dan makna lagu yang sama sekali berbeda. Isinya pun ringan dan sangat jenaka. Menariknya, mereka tetap mencantumkan nama pemilik asli nada lagu yang diparodikan. Di sini, mereka jelas memperhatikan betul, apa konteks pesan/keseluruhan isi karya mereka. Bukan asal latah.
Dari kasus lagu "Akad" inilah, kita dapat belajar; ikut mempopulerkan sebuah karya seni itu tak dilarang, sepanjang itu tak merusak keutuhan makna karya tersebut. Karena, karya seni yang kehilangan keutuhan maknanya, adalah karya seni yang rusak. Sebuah karya seni yang rusak, bukan lagi karya seni, tapi barang rongsokan yang sama sekali tak bernilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H