Pada Rabu, (4/10) lalu, sejumlah perwakilan dari klub-klub peserta Liga 1 (kecuali Persib Bandung, Bali United, dan PS TNI), yang tergabung dalam Forum Klub Sepakbola Profesional Indonesia (FKSPI), melancarkan aksi protes kepada PT Liga Indonesia Baru (LIB), selaku operator Liga 1. Kelima belas klub ini, sama-sama mempertanyakan kejelasan aspek bisnis, legal, dan teknis kompetisi Liga 1. Lebih lanjut, mereka memberi batas waktu dua pekan kepada PT LIB, untuk menjelaskan perihal ketiga aspek ini. Jika PT LIB tak memberi penjelasan apapun, sampai batas waktu yang ditentukan, maka mereka akan mogok berkompetisi.
Secara garis besar, aspek bisnis yang dipertanyakan FKSPI, adalah jumlah pemasukan dari hak siar dan sponsor. Aspek legal berkaitan dengan permodalan klub, gaji pemain, dan kompensasi jika pemain dipanggil timnas. Sementara itu, aspek teknis berkaitan dengan regulasi pertandingan, dan perwasitan.
Jika dilihat sekali lagi, aksi FKSPI ini sangat tak biasa. Karena per Selasa (3/10), Liga 1 sudah memainkan 27, dari total 34 laga. Artinya, Liga 1 musim 2017 sudah mendekati selesai. Normalnya, aksi protes semacam ini dilakukan menjelang dimulainya kompetisi, atau pada pekan-pekan awal kompetisi. Pertanyaannya; apakah mereka tak membaca perjanjian kontrak prakompetisi dengan teliti? Apakah mereka tak punya sponsor lain?
Kalau iya, seharusnya mereka malu dengan nama forum, dan status "profesional" mereka. Karena, klub sepak bola profesional, umumnya adalah klub yang memperhatikan semua aspek dengan teliti, termasuk dalam hal menangani kontrak kerjasama. Jadi, kalau di belakang hari ada masalah akibat kelalaian ini, itu sepenuhnya salah klub. Karena, mereka tidak teliti sebelum menandatangani kontrak. Jadi, masalah ini sebenarnya adalah masalah yang mereka dapat, dari ketidaktelitian mereka sendiri.
Selain itu, sebuah klub profesional, adalah klub yang mau aktif bergerak, guna menggaet dana sebanyak mungkin (termasuk dari sponsor). Supaya, neraca keuangan mereka tak minus. Jadi, mereka tak hanya bergantung mutlak pada satu paket sponsor saja. Karena, itu terlalu riskan, terutama jika ternyata paket itu bermasalah. Maka, tak heran jika kita melihat klub-klub Eropa, mereka begitu glamor, dan bergelimang uang. Mereka begitu aktif mencari sumber pemasukan potensial. Bahkan, mereka sampai bersedia melakukan tur promosi atau laga pramusim ke benua lain. Semuanya demi menggaet pemasukan dana sebanyak mungkin. Tapi, mereka tak lupa mempublikasi kondisi keuangan mereka secara rutin, sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Melihat waktu terjadinya rencana mogok klub-klub Liga 1 ini, saya justru melihat, adanya upaya klub untuk "cuci tangan", dari tanggung jawab mereka terkait gaji pemain, yang menjadi salah satu poin aspek legal yang dipermasalahkan. Logikanya, klub di sini (seharusnya) bertanggung jawab penuh membayar gaji pemain, yang mereka pekerjakan. Jelas, ini bukan tanggung jawab operator kompetisi. Lalu, kenapa mereka dengan enaknya melimpahkan perkara gaji pemain ke PT LIB? Bukankah mereka ini klub profesional?
Jika aksi mogok klub ini nantinya benar-benar terjadi, klub-klub pelaku protes ini bisa saja memanfaatkan situasi, dengan memutus sisa kontrak pemain, dan lepas tangan soal gaji/kompensasi pemutusan kontrak pemain. Selain itu, sikap kurang terbuka mereka terkait permodalan klub, juga akan tetap aman dari pertanyaan publik, perihal dari mana saja sumber dana mereka. Padahal, sebuah klub profesional seharusnya transparan, dan akuntabel perihal pemaparan asal sumber dana mereka. Karena, jika tidak transparan, sebuah klub hanyalah mesin cuci uang, seperti yang belum lama ini terjadi di Cilegon United FC (klub Liga 2).
Rencana aksi protes klub-klub Liga 1 ini, seharusnya dapat dijadikan momentum berbenah, untuk PT LIB dan klub, khususnya dalam hal membangun komunikasi yang baik di semua sisi. Kasus ini, juga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi klub, untuk mulai belajar aktif mencari banyak sponsor, sambil mulai membudayakan transparansi, dan akuntabilitas, terkait dana, atau kinerja keuangan mereka ke pihak-pihak yang berkepentingan (publik, dan pemerintah). Supaya, profesionalitas di persepakbolaan nasional bukan sekedar status palsu di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H